MEDAN, KOMPAS - Badan Pemeriksa Keuangan Perwakilan Sumatera Utara memeriksa 28 anggota DPRD Kota Medan terkait penggunaan dana reses dan sosialisasi peraturan daerah. Dana reses sering diselewengkan, di antaranya dengan menggelembungkan jumlah peserta.
Modus pelanggaran penggunaan dana reses dan dana sosialisasi hampir sama di semua lembaga. ”Dana yang seharusnya untuk menyerap aspirasi sering diselewengkan dengan anggaran fiktif atau pemborosan,” kata Kepala Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Sumatera Utara VM Ambar Wahyuni, Rabu (21/11/2018), di Medan.
Ambar menjelaskan, mereka belum bisa menyimpulkan ada indikasi pelanggaran penggunaan dana reses dan sosialisasi perda oleh anggota DPRD Kota Medan. Pemeriksaan masih dilakukan.
Beberapa temuan awal adalah penggelembungan jumlah peserta yang hadir dalam kegiatan reses. ”Dalam daftar ada 300 orang hadir. Kami cek, tidak sampai 100 orang,” kata Ambar.
Pihak BPK mengecek rinci. Wawancara dengan katering, makanan yang dipesan untuk 100 orang, tempat duduk yang disewa juga untuk 100 orang. ”Lalu, 200 orang lagi makan apa dan duduk di mana?” kata Ambar.
Pihak BPK juga masih menemukan pemberian uang tunai kepada masyarakat atau uang transportasi. Itu mengindikasikan belanja fiktif karena penggelembungan jumlah peserta.
Ketua DPRD Kota Medan Henry Jhon Hutagalung mengatakan, mereka sepakat mengembalikan uang reses jika dinyatakan ada penyalahgunaan. ”Kami sudah berbicara dengan teman- teman dan sepakat ambil jalan pintas saja. Kalau disuruh kembalikan akan kami kembalikan,” kata Henry. Pihak BPK belum selesai memeriksa data hingga akhir November ini.
Biasa diselewengkan
Penyelewengan dana reses, kata Ambar, sangat umum di sejumlah kabupaten dan kota di Sumatera Utara. Hampir setiap tahun, penyelewengan dana reses jadi temuan BPK. Jumlah per anggota DPRD tidak terlalu besar, tetapi totalnya sangat besar.
Besaran dana reses yang diterima setiap anggota DPRD Medan saat ini Rp 50 juta per kunjungan. Setahun, anggota DPRD tiga kali reses. Dana sosialisasi perda Rp 23 juta per sosialisasi.
Henry mengatakan, apa yang disampaikan BPK tentang dugaan penyalahgunaan dana reses tak sepenuhnya benar. ”Itu masih bisa diperdebatkan. Ada kejadian mereka mengonfirmasi pemesanan makanan ke pihak katering, tetapi yang ditanya anaknya. Padahal, yang tahu jumlah makanan itu orangtua,” ujarnya.
Di Sidoarjo, Jawa Timur, sejumlah anggota DPRD Kota Malang mengungkapkan kronologi penghasilan tidak resmi mereka selama menjabat. Nilai penghasilan di luar gaji dan tunjangan resmi itu lebih dari Rp 100 juta per orang.
Pengungkapan kronologi kejahatan luar biasa itu saat sidang lanjutan terhadap enam terdakwa anggota DPRD Kota Malang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya. (NSA/NIK)