Bandara Kulon Progo Dongkrak Ekspor DIY
YOGYAKARTA, KOMPAS - Pembangunan bandar udara di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, diharapkan bisa mendongkrak kinerja ekspor provinsi itu.
Selain meningkatkan kapasitas kargo yang dikirim melalui pesawat terbang, keberadaan bandara itu juga akan memudahkan proses ekspor karena dilengkapi dengan pelayanan satu pintu untuk pengiriman kargo.
Hal itu mengemuka dalam diskusi ”Dorongan Kinerja Ekspor Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Melalui Sinergi Perbankan dan Pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA)” yang digelar Badan Musyawarah Perbankan DIY, Rabu (21/11/2018), di Yogyakarta.
Diskusi menghadirkan sejumlah pembicara, yakni Kepala Perwakilan Bank Indonesia DIY Budi Hanoto; General Manager PT Angkasa Pura I Bandara Internasional Adisutjipto, Yogyakarta, Agus Pandu Purnama; Direktur Utama PT Taru Martani Nur Achmad Affandi; serta Transaction Banking Wholesale Head Regional VII Jawa Tengah-DIY Bank Mandiri Silvia Zulaila.
Agus Pandu Purnama memaparkan, selama ini jumlah kargo atau barang yang dikirim melalui Bandara Internasional Adisutjipto sangat terbatas. Kondisi itu karena jumlah penerbangan di Adisutjipto terbatas, sedangkan maskapai penerbangan lebih memilih mengangkut penumpang ketimbang kargo.
”Kalau secara hitungan, pendapatan dari mengangkut penumpang lebih tinggi sehingga maskapai lebih mengutamakan mengangkut orang. Karena itu, kargo kami di Adisutjipto terbilang sangat kecil,” ujar Agus.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik DIY, dari total ekspor barang DIY yang mencapai 59,24 juta kilogram (kg) pada 2017, hanya 470.000 kg (0,79 persen) yang dikirim melalui Bandara Internasional Adisutjipto. Sebagian besar, 90,65 persen ekspor barang DIY pada 2017 dikirim dari Pelabuhan Tanjung Emas di Semarang, Jawa Tengah.
Agus menyatakan, apabila bandara baru di Kulon Progo telah beroperasi, jumlah kargo yang bisa diangkut tentu meningkat drastis. Kapasitas bandara tersebut jauh lebih besar daripada Bandara Adisutjipto, jumlah penerbangan juga lebih banyak.
Selain itu, Bandara Kulon Progo akan memiliki landasan sepanjang 3.250 meter sehingga bisa didarati pesawat berbadan besar, misalnya Boeing 747-400ERF, yang mampu mengangkut kargo 117 ton sekali penerbangan. Pesawat semacam itu tak bisa mendarat di Adisutjipto yang landasannya hanya 2.200 meter.
Agus menambahkan, PT Angkasa Pura I akan membangun kawasan cargo village di Bandara Kulon Progo untuk memberi pelayanan satu pintu terkait pengiriman kargo.
Di kawasan ini, akan terdapat layanan bea cukai, karantina, dan lainnya sehingga pengurusan barang-barang ekspor lebih mudah dan cepat.
Budi Hanoto menyatakan, keberadaan Bandara Kulon Progo juga diharapkan bisa memperbanyak jenis barang yang diekspor dari DIY sekaligus menambah negara tujuan ekspor. Data BPS menunjukkan, selama beberapa tahun terakhir, ekspor DIY masih didominasi sejumlah produk, yakni pakaian jadi, mebel kayu, dan sarung tangan kulit. Negara tujuan ekspor terbesar DIY adalah Jerman, Amerika Serikat, dan Jepang.
Nur Achmad Affandi meyakini, jika Bandara Kulon Progo dilengkapi fasilitas kargo yang memadai, eksportir akan memilih mengirim barang lewat bandara itu daripada melalui Pelabuhan Tanjung Emas.
Sebab, pengiriman melalui Bandara Kulon Progo bisa dilakukan lebih cepat dan biaya pengiriman via jalur darat ke bandara jauh lebih kecil daripada ke Pelabuhan Tanjung Emas.
”Menurut saya, dari segi hitungan bisnis, akan lebih menguntungkan kalau barang dikirim dengan angkutan udara lewat Bandara Kulon Progo daripada dengan angkutan laut melalui Semarang,” ujar Nur. (HRS)