Orang Rimba Kian Rentan Penyakit
Kehilangan ruang hidup membuat komunitas Orang Rimba merana. Penyakit, kurang pangan, dan hilangnya tempat tinggal mengancam keberadaan mereka.
MERANGIN, KOMPAS Kehilangan hutan dan ruang penghidupan mengakibatkan komunitas adat Orang Rimba rentan terserang penyakit. Di awal musim hujan ini, berbagai jenis penyakit kembali merebak pada sejumlah kelompok Orang Rimba.
Hingga Rabu (21/11/2018), lebih dari 30 anak di bawah usia 10 tahun dalam kondisi demam dan batuk di Kecamatan Tabir dan Tabir Selatan, Kabupaten Merangin, Jambi. Sejumlah orang tua mengalami masalah serupa.
Induk Ngandang yang mengalami masalah paru sejak dua bulan terakhir khawatir telah menulari bayinya yang berusia satu bulan. Bayinya kini kerap batuk.
”Hopi ado berubat (belum berobat),” ujarnya. Sepanjang hari Induk Ngandang lebih banyak berbaring karena merasa lemas. Ia mengaku tak mendapat cukup makanan.
Salah satu pemimpin di kelompok itu, Menti Selora, menuturkan, akhir pekan lalu seorang anak di kelompok tersebut dirawat di rumah sakit karena anemia. Satu warga menderita malaria. Sebagian besar lain terkena infeksi saluran pernapasan akut (ISPA).
Selain di Tabir dan Tabir Selatan, serangan penyakit serupa juga ditemui di kelompok lain Orang Rimba di Kabupaten Merangin dan Sarolangun.
Menurut Menti, sudah ada layanan kesehatan menjangkau komunitas itu. Namun, ketika berbagai jenis penyakit menyebar, tak mudah untuk mengatasi.
Di masa lalu, kata Menti, orang yang sakit parah akan dikarantina, yakni tinggal berjarak dari komunitas untuk sementara waktu agar penyakit tidak menulari warga lain. Namun, saat hutan tidak ada lagi seperti sekarang, kelompok tersebut tak punya cukup ruang untuk memisahkan warga yang sakit parah.
Warga pun tak lagi dapat melaksanakan prosesi adat penyembuhan karena bahan-bahan obat tidak ada lagi akibat hutan telah berganti menjadi kebun sawit.
Dalam kondisi warga kerap kekurangan makanan, penyembuhan juga terkendala. Petugas kesehatan menganjurkan aturan rutin minum obat tiga kali sehabis makan. ”Padahal, belum tentu kami bisa makan sekali (dalam) sehari,” tutur Menti.
Menurut Menti, komunitasnya kesulitan mendapatkan sumber makanan sejak kehilangan hutan dalam 30 tahun terakhir. Kebijakan sejak awal 1980-an telah mengubah sebagian hutan di Jambi menjadi kebun sawit dan tanaman industri.
Berbagai jenis tanaman pangan, tanaman obat, dan buah-buahan Orang Rimba pun habis.
Terpaksa menumpang
Kehilangan ruang hidup membuat mereka terpaksa menumpang hidup dari satu kebun ke kebun lain. Mereka membangun sudung (pondok sederhana) beralas kayu tanpa dinding dan beratap terpal plastik.
Koordinator Program Suku- suku dari Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Kristiawan, mengatakan, kesehatan Orang Rimba kian rentan dipicu kondisi lingkungan yang tak sehat dan ketersediaan pangan yang tidak memadai. Sumber air bersih pun tak ada lagi karena air sungai tercemar.
Pihaknya mendapati kasus penyakit yang dialami komunitas Orang Rimba meningkat cukup drastis. Pada 2016, didapati 409 penderita. Penyakit yang dialami umumnya ISPA, asma, disentri, malaria, penyakit kulit, dan diare. Tahun 2017, angkanya naik menjadi 467 kasus. Pada 2018, hingga September, tercatat 256 penderita berbagai penyakit.
Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, pada 2016, telah mengingatkan ancaman kepunahan membayangi kehidupan Orang Rimba. Selain penyempitan dan kerusakan hutan yang menjadi ruang hidup mereka, Orang Rimba menghadapi infeksi sejumlah penyakit menular pada tingkat amat mengkhawatirkan, khususnya hepatitis dan malaria.
Pembauran dengan dunia luar mengubah cara hidup Orang Rimba. Mereka kian sering mengonsumsi makanan instan dan berpengawet. Belakangan semakin banyak ditemui kebiasaan merokok sejak usia anak-anak.
Dua tahun terakhir, KKI Warsi mendapati dua kasus kanker. Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kabupaten Merangin, Sukoso, mengatakan, penanganan kesehatan bagi Orang Rimba dibuat terpadu bersama sektor pendidikan dan pemberdayaan.
Di sektor kesehatan, seluruh warga komunitas itu difasilitasi Jaminan Kesehatan Daerah (Jamkesda). Puskesmas di setiap wilayah sekitar komunitas itu diminta tanggap memberikan pelayanan kesehatan bagi mereka.
”Ada pula layanan kesehatan keliling untuk menjangkau warga yang tinggal di tengah hutan,” katanya.
Kepala Seksi Surveilans dan Imunisasi Dinas Kesehatan Provinsi Jambi Ike Silviana mengatakan, ada program imunisasi keliling bagi anak balita komunitas Orang Rimba di wilayah terisolasi. (ITA)