PALEMBANG, KOMPAS - Ratusan orang memprotes pencabutan izin jalur umum untuk angkutan batubara di Palembang, Sumatera Selatan, Rabu (21/11/2018). Ada yang kehilangan pekerjaan atau penghasilannya berkurang akibat kebijakan gubernur itu.
Angkutan batubara sejak awal November ini harus melintas di jalur khusus. Andi Syarifudin (32), sopir angkutan batubara asal Kabupaten Lahat, Sumsel, mengatakan, sejak penerapan Peraturan Gubernur Nomor 74 Tahun 2018, penghasilannya kian tidak menentu. ”Saya belum bekerja lagi,” katanya.
Kemarin, sekitar 30 truk angkutan batubara diparkir di Jalan A Rivai, Palembang, di depan Kantor Gubernur Sumatera Selatan. Mereka menggelar terpal untuk berbaring. Mereka berencana menginap sampai tuntutan pelarangan penggunaan jalan umum dicabut.
Andi kehilangan omzet Rp 1 juta per hari karena tidak bisa mengangkut batubara. ”Entah bagaimana keluarga dan bayar angsuran truk jika tidak mengangkut batubara lagi,” ujarnya.
Keputusan pemerintah melarang truk batubara melintas di jalan umum dinilai belum tepat. Sebab, jalan khusus yang disediakan belum siap.
Alat bongkar muat di jalur khusus juga belum siap sehingga sejumlah sopir harus membayar tenaga bongkar batubara. ”Kami harus keluarkan Rp 800.000 membayar tukang guna bongkar batubara ke stockpile,” ujar Andi, pengangkut batubara dari Lahat.
Hasan (30), sopir angkutan batubara lain, berujar, keputusan pemerintah itu juga merugikan masyarakat. ”Kalau kami tak angkut batubara, penjual makanan di jalan Lahat-Palembang merugi,” ujarnya.
Hingga kini Hasan belum bekerja lantaran perusahaan tambang yang biasa menggunakan jasanya belum melakukan perjanjian kerja sama dengan PT Titan Infra Energy, pengelola jalan khusus angkutan batubara.
Terus berlanjut
Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Sumsel Robert Heri memastikan peraturan gubernur akan tetap berjalan dan tak ada perubahan.
Hingga kini, dari 37 perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) di Sumsel, 10 perusahaan sudah bekerja sama dengan PT Titan Infra Energy. Enam perusahaan menggunakan angkutan kereta api.
”Kami berharap dalam waktu dekat semua perusahaan di kawasan Lahat-Muara Enim akan melakukan kerja sama dengan dua alternatif transportasi tersebut,” kata Robert.
Jumlah batubara yang diangkut menggunakan jalan umum mencapai 5 juta ton per tahun, sedangkan kapasitas jalur khusus 15 juta ton per tahun. ”Semua truk yang melewati jalan umum bisa tertampung di jalur khusus,” ucapnya.
Cara tersebut juga meminimalkan munculnya batubara ilegal karena semua diperiksa lebih dahulu. ”Angkutan yang tidak menggunakan jalur khusus atau kereta api tak dapat keluar Sumsel,” ucapnya. (RAM)