CIREBON, KOMPAS - Gubernur Jawa Barat Ridwal Kamil mewajibkan kepala daerah di Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan atau Ciayu Majakuning mempresentasikan sendiri rencana pembangunan di daerahnya. Paparan akan dimulai Januari 2019 untuk rencana pembangunan daerah 2020.
”Harus kepala daerahnya sendiri, tak boleh diwakilkan, di depan saya dan tim. Lengkap dengan penjelasan sumber dananya dari mana, lalu potret wilayahnya seperti apa. Apa yang surplus dan defisit di daerahnya,” kata Kamil di depan bupati dan wali kota di Cirebon, Kamis (22/11/2018).
Para kepala daerah diminta kreatif menetapkan sumber dana. Tidak hanya mengandalkan APBD, tetapi juga bisa dari APBN, dana umat, pinjaman bank, obligasi daerah, atau swasta.
”Kita punya dana umat sampai Rp 200 triliun per tahun. Kita punya BJB (Bank Jabar) yang dana masyarakatnya terutama berasal dari pengelolaan gaji PNS (pegawai negeri sipil). Di Inggris, penjara pun diswastakan. Belum lagi peluang menerbitkan obligasi daerah,” tuturnya.
Menurut Kamil, presentasi itu untuk menyatukan langkah pengembangan Ciayu Majakuning. Paparan itu untuk koreksi, pengayaan, dan inovasi rencana pembangunan. Dengan demikian, setiap kepala daerah bisa memaksimalkan sumber dana dan hasil pembangunan.
Untuk pengembangan pariwisata di Ciayu Majakuning, meliputi perbaikan akses dan lokasi wisata, Pemprov Jabar akan memberikan dana hibah masing-masing Rp 40 miliar hingga Rp 80 miliar. Untuk pembangunan gedung Rp 40 miliar.
Dana hibah lainnya untuk pembangunan jalan layang, pembangunan pasar di dua tiga lokasi Rp 20 miliar, pembangunan pusat budaya, pembangunan alun-alun, dan penataan kota. ”Setiap kota harus memiliki jalan utama yang terhubung dengan alun-alun,” ujar Kamil.
Pada 2019, Ciayu Majakuning juga ditarget harus sudah siap menerapkan kota cerdas, e-budgeting, dan laman khusus untuk menyampaikan penggunaan dana bantuan sosial. ”Minimalkan ruang korupsi dengan teknologi informasi,” ujarnya.
Keluhan bupati
Dalam sesi tanya jawab, Wakil Bupati Indramayu Supendi dan Bupati Kuningan Acep Purnama mengeluhkan kinerja balai besar sungai yang dinilai lemah mengelola sungai-sungai besar.
Di sisi lain, para kepala daerah tidak punya wewenang membantu menyelesaikan masalah karena berpotensi dituduh menyalahgunakan wewenang. Bahkan, bisa sampai pada tuduhan korupsi.
”Saat kami hendak memperbaiki empat titik tanggul Sungai Cimanuk yang rusak, kami diharuskan melapor ke pusat, sementara perwakilan pusat di daerah kami sulit diandalkan,” kata Supendi.
Ia mendesak pemerintah pusat memberikan wewenang kepada gubernur mengambil langkah cepat jika balai besar sungai lamban bertindak.
Hal senada disampaikan Acep. Ia mengeluhkan pendangkalan sungai yang menyebabkan Kecamatan Cibingbin banjir. ”Kami berniat melakukan normalisasi, tetapi dilarang karena tidak memiliki kewenangan,” ujarnya.
Menanggapi itu, Kamil berjanji menyampaikan masalah itu ke pemerintah pusat. (WIN)