PALU, KOMPAS - Dua bulan pascagempa yang mengguncang Sulawesi Tengah, Badan PBB untuk Pembangunan atau UNDP bekerja sama dengan beberapa pihak meluncurkan program padat karya. Ini berupa kegiatan pembersihan puing reruntuhan oleh warga. Namun menariknya, mereka diikutkan BPJS Ketenagakerjaan, bekerja dengan aman, dan mendapat insentif.
Tahap pertama padat karya ini melibatkan 300 orang di Desa Lolu, Desa Jono Oge, dan Desa Mpanau di Kabupaten Sigi, Sulteng. UNDP bermitra dengan LSM Relawan untuk Orang dan Alam (ROA), Perkumpulan Inovasi Komunitas (Imunitas) dan Yayasan Mitra Karya Membangun (YMKM).
Sejumlah warga, Rabu (28/11/2018) terlihat membongkar atap seng, di salah satu rumah warga di Desa Lolu. Mereka juga membongkar kayu-kayu di bagian atas. Sementara di salah satu rumah lainnya, sejumlah warga memindah puing reruntuhan rumah warga yang ambruk terempas gempa akhir September lalu.
Namun “kostum” warga nampak tidak tidak biasa. Mereka mengenakan sepatu bot berbahan karet, rompi, helm plastik, kaos tangan, kaca mata bening, dan penutup mulut. Padahal itu merupakan perlengkapan yang biasanya dikenakan pegawai pabrik, atau yang bekerja di lapangan.
Tidak hanya itu karena warga yang sebagian besar petani ini, ternyata juga memegang kartu BPJS Ketenagakerjaan. Artinya adalah mereka punya asuransi. “Kami juga enggak menyangka akhirnya punya kartu (BPJS Ketenagakerjaan) ini,” kata Abdul Haer, Ketua RT 06, Desa Lolu.
Technical Officer Disaster Risk Management UNDP di Indonesia, Christian Usfinit mengakui, program padat karya ini agak kurang lazim. Namun inilah program padat karya yang tepat dilakukan di lokasi terdampak gempa karena melibatkan peran warga yang juga korban.
Lolu termasuk kawasan yang parah terdampak gempa, dan sebagian wilayahnya juga terkena likuefaksi. Mayoritas rumah ambruk. Sebagian rumah yang ambruk, juga tidak layak ditempati. Seperti yang dirubuhkan atapnya, Rabu siang tadi, rumah itu masih nampak berdiri, tapi miring dan retak-retak.
Christian mengatakan, UNDP mendorong warga agar menjadi pelaku utama kebangkitan pascagempa. Bantuan hanya bersifat mendukung warga, karena itu yang diberikan adalah peralatan kerja seperti sekop dan parang. Juga pakaian kerja yang memenuhi standar keamanan karena membersihkan puing adalah pekerjaan berisiko.
“Warga bukan obyek, tapi subyek yang dimanusiakan. Mereka adalah karyawan, dan karyawan berhak mendapat apa yang mestinya didapat karyawan. Ada juga aspek edukasi mesti masuk. Karena itulah, kami memutuskan ada BPJS Ketenagakeraan. Sebelum memulai kerja, kartu sudah mereka kantongi. Setelah selesai program, BPJS bisa mereka lanjutkan,” ujar Christian.
BPJS ini juga dibayar preminya Rp 12.600 selama mereka bekerja. Adapun 300 warga ini, dibagi dalam 12 tim, untuk membersihkan puing dari rumah ke rumah, sampai merobohkan bangunan yang dianggap tidak layak lagi untuk dihun. Setiap tim bekerja 15 hari, dan mereka mendapat insentif yang terbilang lumayan.
Bagi warga yang tidak bisa lagi bekerja, insentif ini juga penting untuk “menyambung” hidup. Kades Lolu, Tarmin menyambut baik program ini karena menyasar tepat ke apa yang diperlukan warga, sekaligus memberi edukasi.
“Gempa membuat saluran air retak, dan kering airnya. Tidak ada air ke sawah, mana bisa kami berharap sawah-sawah kami bisa ditanami, dan dipanen. Program ini datang di saat tepat, dan kami merasa lebih punya kekuatan untuk bangkit. Juga mengenal BPJS Ketenagakerjaan,” ujar Abdul.
Program padat karya ini diharapkan memperkerjakan 3.500 orang sampai akhir Januari mendatang, dengan skala cakupan yang meluas. Tahap pertama ini berlangsung selama 25 hari. Adapun tahap kedua akan dilakukan di Kabupaten Sigi dan Donggala. Sedangkan lokasi desa pada tahap kedua itu, tergantung hasil penjajakan teknis terhadap tingkat kerusakan hasil koordinasi dengan pemerintah setempat.
Dalam skema padat karya, setiap pekerja mendapat bayaran maksimal selama 25 hari. Program ini juga menargetkan partisipasi kaum perempuan sebesar 40 persen dari jumlah pekerja. Efayanti, perempuan warga Lolu, mengatakan, program ini membantunya secara finansial. “Apa saja, yang bisa saya angkat dan pindah, saya lakukan,” katanya.
Christophe Bahuet, UNDP Indonesia Country Director, mengutarakan, pembersihan reruntuhan merupakan salah satu bagian terpenting dari operasi bantuan atas bencana. “Tindakan yang segera kami lakukan terkait tata kelola reruntuhan dan infrastruktur, yakni memprioritaskan daerah-daerah penerima bantuan kemanusiaan,” katanya.
Program padat karya dan program pemulihan ini, bertumpu pada pengalaman UNDP dalam rekonstruksi dan pembangunan kembali Nepal yang ditimpa bencana, serta Filipina yang diterjang badai Pablo di tahun 2012. Pembiayaan prakarsa ini datang dari UN Central Emergency Response Fund, dan UNDP. (PRA)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.