MANADO, KOMPAS Danau Tondano di Minahasa, Sulawesi Utara, terancam pendangkalan dan kerusakan akibat sedimentasi meluasnya tanaman eceng gondok. Sekitar 400 hektar luas danau tertutup eceng gondok yang hingga kini sulit diberantas.
Bupati Minahasa Roy Roring, di Manado, Rabu (28/11/2018), mengatakan, Danau Tondano masuk dalam 15 danau kritis di Indonesia. Penanganan danau kritis perlu dilakukan komprehensif dan melibatkan semua sektor, termasuk regulasi.
Saat ini, ujar Roring, penanganan danau kritis menunggu keputusan presiden agar kebijakan pemeliharaan masuk dalam skema pembiayaan negara melalui dana APBN. ”Kalau berharap dari anggaran kabupaten rasanya sulit.
Lebih baik kita pelihara danau yang sudah ada ketimbang membangun waduk baru,” katanya. Disebutkan, beberapa waktu lalu, sebuah yayasan amal di Jepang berniat membantu revitalisasi danau.
Kedalaman Danau Tondano kini tersisa 14 meter dari 43 meter pada tahun 1940. Penyusutan kedalaman diikuti luas danau yang tergerus permukiman dari 5.000 meter persegi menjadi 3.922 meter persegi. Danau Tondano merupakan sumber kehidupan sebagian rakyat Sulawesi Utara.
Dari danau tersebut, warga Manado, Minahasa, dan Bitung memperoleh air bersih. Danau Tondano juga berfungsi sebagai sumber daya listrik melalui pembangkit listrik PLTA Tanggari.
” Danau Tondano menjadi sumber hidup sebagian masyarakat nelayan Minahasa dari perikanan air tawar,” katanya. Di dalam Danau Tondano hidup ikan khas Minahasa, payangka.
Warga Tondano, Noldy Tuerah, mengatakan, kerusakan danau Tondano akibat minimnya pemeliharaan selama bertahuntahun. Setelah terjadi sedimentasi, Danau Tondano juga dihadapkan dengan bertambah luasnya tanaman eceng gondok.
Eceng gondok menyebar dengan cepat hingga seluruh tepian danau dan berpotensi mencemari danau terbesar di Sulut itu. ”Kalau sejak awal eceng gondok diberantas, rasanya tidak akan seluas ini eceng gondok menutupi danau,” katanya. (zal)