Produksi Daging Sapi Perlu Diimbangi Kepastian Pasar
Oleh
Khaerul Anwar
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Dewan Riset Daerah Provinsi Nusa Tenggara Barat dalam beberapa tahun terakhir banyak melakukan kajian secara aplikatif di bidang pertanian, peternakan, dan pariwisata. Namun, hasil riset aplikatif sektor produksi daging sapi NTB, misalnya, perlu diimbangi kepastian pasar dengan harga lebih baik guna mendorong kesinambungan industri peternakan.
”Petani dan peternak tidak perlu diajar meningkatkan produksi dan mutu sayur dan sapi karena mereka sudah pintar. Akan tetapi, peningkatan produksi tidak berarti jika bisnis peternakan merugi,” ujar Prof Yusuf Akhyar Sutaryono, Ketua DRD NTB, seusai acara pembukaan Seminar Nasional Riset Unggulan Daerah NTB, Kamis (29/11/2018), di Mataram, Lombok.
Menurut Yusuf, dalam dua tahun terakhir, pihaknya melakukan pembinaan terhadap 1.000 petani ternak sapi bali di Pulau Lombok dan Sumbawa, dimulai dari pembibitan sapi jantan saat berumur 1,5 tahun-2 tahun, lalu sapi itu menjalani proses penggemukan selama 6 bulan-12 bulan.
Pakan yang diberikan kepada hewan itu berupa daun turi dan lamtoro yang, selain disukai ternak, kaya nutrisi (25 persen-30 persen) dan protein. Perlakuan itu bertujuan mendapatkan branding beef daging herbal berkualitas standar ekspor. Sapi itu kemudian dipotong saat berat badannya mencapai 250 kg.
Hasil perlakuan itu menunjukkan kecerahan daging mencapai 60 persen, lebih empuk dan juiceness atau daging terasa enak dalam mulut. Bahkan, produk daging itu sudah diuji dan dimasak oleh chef mancanegara dan kedutaan besar Selandia Baru. Produk daging itu pada 2016 dikirim ke Jakarta menggunakan kontainer dan laris di pasar.
”Di Lombok harganya Rp 100.000-Rp 115.000 per kilogram, sedangkan di Jakarta Rp 175.000-Rp 200.000 per kilogram. Namun, begitu masuk daging impor dari India dengan harga lebih murah, pengiriman terhenti sampai sekarang, bisnis peternakan rugi karena harganya lebih mahal dari daging impor,” ujar Yusuf.
Oleh sebab itu, pemerintah perlu merangsang dengan cara menjaga iklim bisnis peternakan yang kondusif dengan harga lebih baik. ”Pemerintah daerah supaya menghubungkan peternak dan pengusaha dengan pasar sehingga kerja mereka tidak sia-sia,” tutur Yusuf.
Dalam seminar itu hadir pula para pembicara yang membedah berbagai program unggulan yang dicanangkan Pemprov NTB, di antaranya bidang pariwisata. Heryadi Rachmat, Ketua Masyarakat Geowisata Indonesia (MAGI), misalnya, menyoroti potensi besar geowisata di NTB. Terlebih NTB merupakan bagian dari rangkaian gunung api dunia. Dalam kurun 760 tahun silam, terjadi bencana geologi berupa letusan Gunung Samalas (Gunung Rinjani Tua) tahun 1257 dan Gunung Tambora di Pulau Sumbawa tahun 1815.
Jejak fenomena alam itu secara geologis bernilai tinggi karena memiliki kekayaan biodiversitas, keindahan, dan keunikan, tetapi perlu disertai upaya konservasi. Oleh sebab itu, atas upaya MAGI dan para pelaku kepentingan, Gunung Rinjani berhasil dijadikan sebagai geopark nasional pada 2013, menyusul penetapan sebagai geopark dunia tahun 2018.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.