PEKANBARU, KOMPAS Mantan Bupati Pelalawan, Riau, Tengku Azmun Jaafar bakal masuk penjara lagi setelah menjalani hukuman untuk kasus lain dan bebas pada tahun 2015. Mahkamah Agung mengabulkan kasasi dengan putusan hukuman 18 bulan penjara bagi Azmun dalam kasus korupsi pengadaan tanah perkantoran Bupati Pelalawan yang disebut Bhakti Praja.
”Kami sudah menerima surat dari Mahkamah Agung terkait putusan kasasi dengan terdakwa Tengku Azmun Jaafar. Namun, kami belum dapat segera mengeksekusi putusan itu.
Dalam surat MA terdapat kesalahan ketik terkait masa penahanan yang sebelumnya sudah dijalani terdakwa,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Pelalawan Tety Syam saat dihubungi, Kamis (29/11/2018).
Surat MA menyebutkan, Azmun telah ditahan awal Desember 2015 hingga Februari 2016 saat proses persidangan bergulir. Namun, catatan kejaksaan, masa penahanan dimulai awal Desember 2015 hingga Juni 2016. Ada selisih empat bulan.
”Perbedaan tanggal penahanan itu sangat terkait dengan sisa masa hukuman yang akan dijalankan. Permasalahan ini terkait nasib orang. Kami sudah membuat surat kepada MA untuk meminta penjelasan perbedaan masa penahanan itu,” kata Tety.
Menurut Tety, pihaknya sudah memanggil Azmun Jaafar untuk memberitahukan putusan kasasi MA itu. Yang bersangkutan menyatakan siap menjalani hukuman.
Secara terpisah, Panitera Muda Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Pekanbaru Denny Sembiring mengungkapkan, petikan putusan MA dalam kasus Azmun diterima PN Pekanbaru pada 25 Oktober 2018. Putusan MA mengabulkan kasasi jaksa.
Pada persidangan di PN Pekanbaru, 8 Juni 2016, Tengku Azmun Jaafar divonis bebas oleh Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi Pekanbaru yang dipimpin Rinaldi Triandiko.
Hakim menyatakan terdakwa tidak bersalah dalam korupsi pengadaan lahan Bhakti Praja Pelalawan. Sebelumnya, jaksa penuntut umum menuntut Azmun 4,5 tahun penjara.
Jaksa pun mengajukan kasasi. Pada 27 Agustus 2018, Majelis MA yang diketuai Surya Jaya memutuskan menghukum Azmun 18 bulan penjara, denda Rp 50 juta atau dapat diganti kurungan badan selama dua bulan.
Dalam dakwaannya, jaksa menyatakan Azmun terlibat korupsi pengadaan kompleks perkantoran Bupati Pelalawan tahun 2002. Ia memerintahkan Sekda Pelalawan Marwan Ibrahim membeli tanah perkebunan kelapa sawit PT Katulistiwa Rp 500 juta dari kas dana APBD. Tanah dibiarkan tanpa aktivitas hingga 2007.
Tanah yang sudah dibeli itu ternyata tidak dicantumkan sebagai aset pemerintah. Tanpa itu, tanah dimanipulasi seolah-olah komponen tanah berbeda. Marwan selaku pengguna anggaran bekerja sama dengan tersangka lain mengeluarkan dana APBD lagi untuk kembali membeli tanah itu dalam anggaran tahun jamak 2007-2011 senilai Rp 38 miliar.
Dalam pembelian aset fiktif itu, Marwan bekerja sama dengan Syahrizal Hamid (mantan Kepala BPN), Al Azmi dan T Alfian Helmi (anggota staf BPN Pelalawan), Lahmudin (Kepala Dispenda Pelalawan), dan Rahmad (Pejabat Pelaksana Teknik Kebijakan).
Atas perbuatan itu, Marwan yang kemudian menjadi Wakil Bupati Pelalawan beserta semua pejabat yang terlibat divonis hukuman 4-8 tahun penjara.
Tahun 2008, Azmun dijerat KPK dan dihukum 11 tahun penjara dalam kasus korupsi penyalahgunaan penerbitan izin hutan tanaman industri di Kabupaten Pelalawan. Kasus sejenis merembet ke mantan Bupati Siak Arwin AS, mantan Bupati Kampar Burhanuddin, dan mantan Gubernur Riau Rusli Zainal.
Azmun dapat potongan tahanan atau remisi selama di penjara dan dibebaskan bersyarat pada triwulan III-2015. (SAH)