MENTAWAI, KOMPAS Peningkatan kapasitas masyarakat yang berada di daerah rawan bencana gempa dan tsunami di Mentawai terus dilakukan dengan simulasi pada tiga desa di Kecamatan Sipora Utara, Kabupaten Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat, Jumat (30/11/2018). Simulasi sekaligus menguji kesiapsiagaan pemerintah daerah dalam penanggulangan kebencanaan.
Simulasi dilakukan Arbeiter Samariter Bund (ASB) Indonesia and the Philippines, lembaga kemanusiaan asal Jerman, bekerja sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Kepulauan Mentawai.
Kegiatan tersebut merupakan rangkaian program Desa Tangguh Bencana (Destana) Kepala BPBD Kepulauan Mentawai Nurdin mengatakan, saat ini dari 35 desa di kawasan pesisir Kepulauan Mentawai telah mendapat program desa tangguh bencana.
”Kalau kami sendiri, tentu tidak bisa, apalagi kemampuan kami terbatas. Oleh karena itu, kehadiran lembaga seperti ASB sangat membantu melakukan mitigasi untuk pengurangan risiko bencana,” kata Nurdin.
Project Officer ASB Indonesia and the Philippines Roni Pasla saat dihubungi dari Padang, mengatakan simulasi dilakukan pada 16 dusun di tiga desa di Kecamatan Sipora Utara, yakni Desa Tuapeijat, Desa Sipora Jaya, dan Desa Goiso’oinan. Sipora Utara berada di Pulau Sipora, salah satu dari tiga pulau di Mentawai, selain Siberut dan Pagai.
Simulasi berlangsung pukul 09.00-12.00. Warga diajak bersikap ketika gempa bermagnitudo 9 terjadi. Warga melakukan gerakan tiga B, yakni berlutut, berlindung, dan bertahan. Setelah gempa reda, sambil melindungi kepala, warga mengevakuasi diri ke zona aman yang telah ditentukan.
”Masyarakat juga diminta membawa tas siaga berisi perlengkapan darurat dan surat-surat berharga. Pada evakuasi ini, kelompok rentan terhadap bencana, seperti penyandang disabilitas, anak-anak, dan orang tua, harus diutamakan.
Setelah simulasi, dilanjutkan dengan pemasangan tenda darurat, pembuatan dapur umum untuk pengungsi, dan pencarian korban hilang,” kata Roni. Kelompok rentan dilibatkan dalam simulasi.
Kepala Dusun Goiso’oinan, Desa Goiso’oinan, Adirman Saogo, mengatakan, bencana gempa dan tsunami bisa datang kapan saja. ”Apalagi kami masyarakat Mentawai tinggal di zona merah dan dikelilingi lautan. Oleh karena itu, simulasi ini sangat penting untuk kesiapsiagaan kami,” kata Adirman.
Roni mengatakan, simulasi gempa dan tsunami itu pertama kali dilakukan pada dusun di Pulau Sipora. Tahun 2014-2016 program serupa juga dilakukan di tiga desa di Pulau Siberut yakni Taileleu, Sagulubbeg, dan Simalegi.
Pada April 2017, ASB bersama BPBD Kepulauan Mentawai juga mengadakan simulasi dan evakuasi mandiri bagi penyandang disabilitas dan murid sekolah dasar dalam rangka peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional (HKBN). Awal tahun ini, kegiatan serupa bagi anak sekolah juga kembali mereka lakukan.
”Kami berharap desa di Mentawai dan Sumatera Barat lainnya yang berada di daerah rawan bencana dan belum mengikuti program Destana juga mendapat pelatihan yang sama. Selain dari kami, pemerintah daerah bisa menginisiasi kegiatan tersebut,” kata Roni. Mentawai termasuk salah satu wilayah di Sumatera Barat yang rawan bencana gempa dan tsunami. (ZAK)