JAMBI, KOMPAS—Penetapan kenaikan tarif air bersih hingga dua kali lipat oleh Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Mayang diprotes para pelanggannya di Jambi. Masyarakat mengajukan gugatan hukum “class action”.
Direktur Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Jambi, Ibnu Kholdun, mengatakan kenaikan tarif yang berlaku sejak Oktober lalu telah membebani 57.408 pelanggan di Jambi. Sebab, besaran kenaikannya cukup dratis, yakni hingga 100 persen. “Kenaikan ini terlalu membebani pelanggan,” ujar Ibnu, Selasa (4/12/2018).
Kenaikan tarif pelanggan yang masuk kategori kelompok sosial dengan pemakaian air 1 hingga 10 meter kubik kini menjadi Rp 3.600 per meter kubik, atau naik 100 persen dari sebelumnya Rp 1.800 per meter kubik. Untuk kelompok rumah tangga I dan II tarifnya menjadi Rp 4.000 dan Rp 4.200 per meter kubik dari sebelumnya Rp 2.100 per meter kubik.
Selain membebani pelanggan, lanjut Ibnu, kenaikan tarif hingga 100 persen melanggar dua aturan. Pertama, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 71 Tahun 2016 tentang Penghitungan dan Penetapan Tarif Air Minum yang membatasi kenaikan air minum tidak boleh lebih dari 4 persen. Penetapan itu juga bertentangan dengan Peraturan Wali Kota Nomor 45 Tahun 2018 mengenai penyesuaian secara otomatis 7 persen per tahun dari tahun sebelumnya.
“Dengan demikian, kenaikan tarif yang ditetapkan PDAM sudah jauh melampaui batas,” lanjutnya. Terlebih lagi penetapan itu tanpa melalui persetujuan DPRD Kota Jambi.
Terkait itu, YLKI yang mewakili para pelanggan menuntut tuntutan dalam gugatan itu agar PDAM membatalkan kenaikan tarif air bersih. Selain itu, dua pihak yang digugat, yakni Direktur PDAM Tirta Mayang dan Wali Kota Jambi, dituntut membayar ganti rugi Rp 50 dan menggratiskan layanan air bersih selama dua bulan kepada seluruh pelanggan.
Terkait gugatan tersebut, Kuasa Hukum PDAM Tirta Mayang, Jumarto menyatakan kenaikan tarif sudah melalui sejumlah pertimbangan dan perhitungan. Pihak PDAM akan menjelaskan dasar penetapan kenaikan tarif dalam persidangan.