MATARAM, KOMPAS - Gempa beruntun yang terjadi Lombok, Nusa Tenggara Barat, mengimbas 60.000 pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah, karena tempat berjualan rusak. Namun gempa juga membangkitkan semangat dan kreativitas mereka untuk membuat produk baru demi kelangsungan usahanya.
“Bayangkan saja dari 600.000 wirausaha di NTB, ada sekitar 10 persen atau 60.000 UMKM yang terdampak gempa. Mau jualan toko dan kiosnya ambruk, bahkan pembeli pun ngurus rumahnya yang juga rusak,” ujar Saswadi, Kepala Dinas Koperasi dan UMKM NTB, sebelum acara pembukaan NTB Expo XVI di area Science Teknopark, Desa Banyumulek, Lombok Barat, Rabu (5/12/2018).
Ratusan UMKM binaan instansi pemerintah dan Badan Usaha Milik Negara mengikuti ekspo yang berlangsung 5-9 Juli. Produk-produk UMKM yang ditampilkan sangat beragam seperti kuliner, kopi, madu, tenun, mebel, kerajinan tangan khas NTB dan produk kesehatan yang diproduksi secara alami, pameran hasil karya teknologi tepat guna. Ekspo ini diisi pula gebyar siswa SMK yang menampilkan karyanya berupa teknologi tepat guna, dan panen pedet (anak sapi).
Dari peserta pemaran tidak sedikit pelaku UMKM yang terdampak gempa ikut serta dalam Expo ini di antaranya produk Abon Ikan, dari Desa Malaka, Lombok Utara. “Sebelum gempa ikan yang dijual nyaris tidak harganya. Setelah gempa, dengan semangat wirausahanya, UMKM justru memproduksi abon ikan,” kata Saswadi.
Ekspo ini dikatakan menjadi momentum untuk bangkit pascagempa, ajang promosi, peningkatkan kualitas produk dan jasa, sekaligus membuka akses pasar yang merupakan persoalan-persoalan yang dihadapi produk UMKM.
Wakil Gubernur NTB, Sitti Rohmi Djalilah, dalam sambutannya mengatakan, ekspor ke-16 ini berbeda dengan ekspo NTB tahun-tahun sebelumnya, karena tidak lepas dari musibah gempa Lombok. Warga NTB pascagempa tidak mau berlama-lama merasa sebagai korban, tetapi sudah bangkit, bangun dan berlari menuju kondisi normal.
Namun diingatkan untuk menuju kondisi normal warga, organisasi perangkat daerah, termasuk UMKM harus berlari dengan kecepatan tinggi guna memanfaatkan potensi sumber daya alam, budaya dan kuliner NTB yang demikian lengkap.
“Kalau dalam keadaan normal tahun lalu kecepatan berlari 60 km per jam, saat saat ini minimal kecepatannya 100 km per jam untuk menuju kondisi,” tutur Rohmi.
UMKM dinilai masih terkendala banyak hal seperti kualitas produk dan akses pasarnya, di tengah ketatnya persaingan dewasa ini. Artinya, “Pembangunan UMKM tidak bisa begitu-begitu saja, harus ada terobosan, harus memanfaatkan teknologi, kreatif, inovatif, dan betul-betul belajar pada yang UMKM-nya maju," kata Rohmi.