Dana Desa Lawan Ketertinggalan
Desa Riam Piyang di Kabupaten Kapuas Hulu bangkit dari ketertinggalan bermodal dana desa. Mereka membangun jalan menembus hutan ke air terjun, mengembangkan lubang tambang jadi danau buatan, dan membangun berbagai usaha pertanian.
Kabupaten Kapuas Hulu adalah satu dari delapan kabupaten di Kalimantan Barat yang masih tertinggal. Dari 278 desa, 99 desa termasuk tertinggal dan 169 sangat tertinggal. Namun, dengan dana desa, desa-desa itu menggeliat dan berupaya melawan ketertinggalan.
Salah satunya adalah Desa Riam Piyang di Kecamatan Bunut Hulu. Desa itu mengembangkan potensi pariwisata alam air terjun Saray Brunyau dengan bermodal dana desa.
Riam Piyang adalah desa yang berada di lembah antara Bukit Undau dan Ketam Delapan di daerah aliran Sungai Sebilit. Penduduknya 512 keluarga atau 1.824 orang. Nama Desa Riam Piyang diambil dari nama sungai. Riam artinya sungai yang agak deras. Piyang adalah nama ular.
Konon, dahulu ada dua ular sebesar pohon kelapa dengan panjang 15 meter. Dua ular itu sering dilihat warga mendiami riam di tengah desa. Karena itu, kampung tersebut dinamai Desa Riam Piyang.
Dengan topografi berbukit, hutan tropis yang asri, serta sungai jernih dan bebatuan, daerah itu memiliki potensi pariwisata berbasis alam. Salah satunya air terjun Saray Brunyau.
Brunyau diambil dari nama penduduk yang pernah bermukim di lokasi itu di masa lalu. Air terjun Saray Brunyau berjarak 5 kilometer dari pusat desa, membutuhkan waktu sekitar 30 menit dari jalan negara masuk ke dalam hutan, melintasi jalan berbatu kerikil. Akses jalan itu bisa dilalui sepeda motor dan mobil. Setelah itu, menyeberangi sungai kecil dengan perahu menuju lokasi air terjun.
Gemuruh air terjun setinggi 30 meter terdengar saat mendarat di tepi sungai. Sesekali terdengar suara burung di pepohonan. Di kompleks wisata itu terdapat jembatan untuk melihat air terjun dari bawah.
Jembatan terbuat dari kayu berdiameter 3-5 cm. Jembatan kayu itu dicat warna-warni untuk memberi kesan meriah. Di dekatnya dibangun panggung untuk menggelar berbagai kegiatan seperti pameran dan pentas seni.
Diminati
Tempat wisata itu ramai dikunjungi pada akhir pekan dan saat ada kegiatan khusus. Jika hari biasa hanya puluhan orang, di akhir pekan bisa 100-200 pengunjung. Bahkan, acara khusus bisa dipadati sekitar 2.000 pengunjung. Desa mendapat pemasukan dari tiket penyeberangan dengan perahu ke lokasi dan tiket masuk.
Pada hari libur, tiket penyeberangan perahu Rp 10.000 dan tiket masuk Rp 10.000 per orang. Pada hari biasa, tiket masuk Rp 5.000 per orang dan tiket perahu penyeberangan Rp 10.000 per orang.
Destinasi wisata itu dikelola desa sejak tahun 2016 bersama kelompok pengelola pariwisata. Namun, pengelolaan dalam bentuk badan usaha milik desa (BUMDes) dilakukan pada 2018.
Kepala Desa Riam Piyang Alial, Jumat (16/11/2018), menuturkan, dana desa sangat membantu desa mengembangkan potensinya. ”Tahun 2017, kami mengalokasikan dana desa untuk membuka akses jalan dari jalan negara menuju air terjun sejauh 5 kilometer. Dulu lebar jalan ke sana hanya 1,5 meter, lalu kami lebarkan jadi 5 meter. Dananya Rp 264 juta,” ujarnya.
Sebelum jalan dilebarkan, lokasi itu hanya bisa dicapai dengan perahu cepat (speed boat) sekitar 30 menit. Jalan ke lokasi awalnya berupa jalan setapak. Kini, jalan bisa dilintasi mobil dan sepeda motor.
Panggung pertunjukan berukuran 8 meter x 10 meter dan toilet di destinasi wisata itu juga dibangun dengan dana desa. Pembangunan itu menelan dana Rp 58 juta. Panggung diresmikan pada 20 Mei 2017.
”Kami menggunakan panggung untuk berbagai kegiatan, misalnya Gebyar Inovasi Desa pada Juni 2018. Juga untuk berbagai hiburan,” kata Alial.
Ketua Kelompok Pengelola Pariwisata Desa Riam Piyang Meliyadi mengatakan, pemasukan BUMDes dari pengelolaan destinasi wisata Rp 70 juta. Dari jumlah itu, 20 persen dialokasikan untuk pemeliharaan dan pengembangan wisata.
Bekas tambang
Sekretaris Desa Riam Piyang Edy Suparman mengatakan, desa juga mengembangkan destinasi wisata lain dengan merevitalisasi lubang bekas pertambangan pasir di Dusun Muncin. Lubang itu dijadikan danau buatan.
Danau buatan itu dilengkapi beberapa perahu wisata. Perahu didatangkan dari Putussibau, ibu kota Kapuas Hulu. Perahu dengan berbagai bentuk satwa awalnya tidak terawat saat di Putussibau dan banyak bocor.
Oleh aparatur Desa Riam Piyang, perahu wisata itu diangkut ke desa untuk dibenahi. Bagian yang bocor ditambal sehingga bisa digunakan lagi. Kini perahu-perahu itu dimanfaatkan untuk menjelajah danau buatan dengan tarif Rp 5.000 per orang.
Usaha pertanian
Selain mengembangkan destinasi wisata, Desa Riam Piyang juga mengalokasikan dana desa untuk pengembangan bidang usaha pertanian, yakni penjualan alat pertanian dan pupuk. Saat ini, pihak desa sedang mengembangkan produksi pakan ternak dan ikan. Mesin-mesin pengolah pakan ternak dan pakan ikan sudah dibeli. Pakan yang dihasilkan akan dijual.
Unit usaha lain adalah penjualan alat tulis kantor. Saat ini pendapatan asli desa dari penjualan alat pertanian, pupuk, dan alat tulis kantor sepanjang Januari-November 2018 sebesar Rp 3 juta. Sementara untuk usaha pakan ternak masih tahap persiapan operasional.
Berkat berbagai inovasi dalam pengelolaan dana desa, Desa Riam Piyang menjuarai berbagai lomba, antara lain juara 1 lomba desa tingkat kabupaten, juara 3 lomba desa tingkat provinsi, dan juara 3 desa terinovatif tingkat provinsi. Semua penghargaan itu diraih pada tahun 2018.
Tenaga Ahli Pelayanan Sosial Dasar Program Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Kapuas Hulu, Stephanus Mulyadi, mengatakan, dana desa membantu desa bangkit dari status ketertinggalan melalui pengembangan potensi desa. Perekonomian desa mulai menunjukkan geliatnya.
Selain Riam Piyang, desa lain ada yang mengalokasikan dana desa untuk membantu pengembangan produk ukiran Dayak. Misalnya, melengkapi perlengkapan kerja para seniman ukir seperti mesin dan pahat. Dengan demikian, hasil karya mereka lebih halus. Ada pula desa yang mengembangkan usaha budidaya madu kelulut.
Dana desa bisa membangkitkan kesejahteraan desa jika kepala desa memiliki visi membangun. Karena itu, diperlukan kepala desa yang mampu menangkap peluang dan memilih sektor-sektor strategis untuk membangun desa. (Emanuel Edi Saputra)