BANDA ACEH, KOMPAS - Kepolisian Daerah Aceh memperluas pencarian narapidana Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Banda Aceh yang melarikan diri Kamis pekan lalu hingga Sumatera Utara dan Kepulauan Riau. Polda Aceh telah meminta bantuan Polda Sumatera Utara dan Kepulauan Riau.
Hingga Selasa (4/12/2018) atau hari kelima pascakaburnya 113 napi, polisi baru menangkap lagi 35 orang. Sisanya ditetapkan masuk daftar pencarian orang.
Kepala Bidang Humas Polda Aceh Ajun Komisaris Besar Ery Apriyono mengatakan, bukan tak mungkin para narapidana keluar Aceh. Oleh karena itu, pihaknya berkoordinasi dengan Polda Sumatera Utara dan Kepulauan Riau.
Selain itu, menurut Ery, ada kemungkinan napi kabur ke luar negeri, terutama Malaysia. ”Banyak jalur tikus di perairan timur Aceh yang biasa digunakan sebagai jalur penyelundupan, bisa digunakan untuk melarikan diri,” ujarnya.
Pihaknya juga telah meminta polisi di tingkat polres hingga polsek meningkatkan pengawasan. Polisi juga mendatangi keluarga napi. ”Jika ada informasi keberadaan mereka, beri tahu kami, jangan justru merahasiakan,” kata Ery.
Umumnya, napi yang kabur merupakan napi titipan atau pindahan dari LP lain di kabupaten/kota di Aceh. Mereka kebanyakan napi narkoba. Bahkan, beberapa di antaranya divonis seumur hidup.
Pembenahan internal
Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Aceh Agus Toyib mengatakan, pihaknya menyerahkan penuh penyelidikan kepada polisi. Kini, pihaknya fokus pada pembenahan internal agar kasus serupa tidak terulang.
”Saat itu kami kecolongan, tetapi petugas telah bekerja sesuai aturan,” ujar Agus. Peningkatan pengamanan dan peningkatan integritas petugas akan menjadi fokus perbaikan.
Hingga Selasa, LP belum membuka waktu berkunjung bagi keluarga napi. Beberapa keluarga napi mendatangi LP untuk memastikan keluarga mereka yang sedang menjalani hukuman tidak terlibat dalam daftar napi kabur.
Sebanyak 113 napi kabur dengan merusak jendela aula menjelang shalat Maghrib dengan barbel, Kamis (29/11). Para petugas tak kuasa menahan mereka. Sebelumnya petugas tidak mendeteksi dan mencurigai adanya rencana pelarian. LP juga tidak dilengkapi kamera pemantau.
Sebelumnya, Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Azhari mengatakan, Kemenkumham harus bertanggung jawab atas kaburnya para napi. Sebab, kaburnya napi berdampak pada ketenangan warga.
”Ada warga yang motornya dirampas dan diancam. Jika mereka tidak segera ditangkap, dikhawatirkan menimbulkan keresahan,” kata Azhari.
Salah satu dalang pelarian massal itu diduga Edy Syahputra, napi yang divonis hukuman mati karena kasus pembunuhan satu keluarga. Saat ini Edy belum berhasil ditangkap.
Bagi Kemenkumham, menurut Azhari, peristiwa itu harus menjadi cermin memperbaiki diri. ”Barangkali selama ini pelayanan dan hak dasar napi tidak terpenuhi sehingga timbul perlawanan dan nekat kabur,” ujarnya.
Azhari menambahkan, DPRA akan memanggil Kemenkumham Aceh untuk mendengar penjelasan resmi dan memberikan masukan perbaikan pengelolaan LP. (AIN)