JAMBI, KOMPAS - Pemerintah, konservator satwa, bersama dunia usaha sepakat membangun koridor gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus) di ekosistem Bukit Tigapuluh, Jambi. Kesepakatan itu menandai komitmen menyetop konflik berkepanjangan gajah dan manusia.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Provinsi Jambi Rahmad Saleh Simbolon mengatakan, para pihak itu mengalokasikan arealnya saling terhubung sebagai koridor gajah seluas total 54.000 hektar. Areal itu masuk konsesi PT Royal Lestari Utama (RLU)/Lestari Asri Jaya seluas 11.000 hektar, PT Alam Bukit Tigapuluh 35.000 hektar, dan PT Wirakarya Sakti 5.000 hektar. Sisanya seluas 3.000 hektar di kawasan hutan negara. Areal itu diharapkan cukup sebagai ruang jelajah bagi 143 gajah setempat.
Rahmad menjelaskan, manajemen koridor dilaksanakan terpadu oleh kalangan konservator, masyarakat, perusahaan, dan pemerintah. ”Ini merupakan langkah awal yang baik untuk menyelamatkan gajah yang tersisa.
Tujuan akhirnya memastikan gajah dan manusia dapat hidup berdampingan,” ujar Rahmad dalam Workshop Penyelamatan dan Pengelolaan Alamiah Gajah Sumatera, di Jambi, Rabu (5/12/2018).
Hasil monitoring pergerakan gajah lewat satelit mengungkap kawanan satwa itu lebih menghindari topografi curam seperti di kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Pergerakan gajah di luar kawasan konservasi belakangan kerap memicu konflik karena wilayah itu sudah marak diokupansi masyarakat.
Untuk itu, dibutuhkan skema pengelolaan konservasi di luar kawasan konservasi. Pengelolaannya mendapatkan dukungan pendanaan dari Bank Pembangunan Jerman (KfW) sekitar Rp 2,1 miliar dimulai pada 2019.
Kepala Seksi Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem Dinas Kehutanan Provinsi Jambi Aryen Dessy mengatakan, fragmentasi habitat memperkecil ruang gerak satwa. Pihaknya mendorong komitmen pelaku usaha yang bergerak di bidang kehutanan dan non-kehutanan untuk membangun kemitraan khususnya pada kawasan yang merupakan jalur pelintasan gajah. Perlu pendekatan dan sosialisasi pada masyarakat di sekitar hutan mengenai keberadaan satwa dilindungi tersebut.
Manajer Konservasi PT RLU, Kurniawan, mengatakan perusahaannya turut mengalokasikan area konservasi satwa liar (WCA) dalam konsesi hutan tanaman industri (HTI) karet. Kondisi WCA saat ini berupa cagar hutan, daerah perlindungan satwa liar, zona penyangga, dan sempadan sungai. Ancaman juga berpotensi terjadi di WCA karena 64 persen dari total areal itu telah dirambah pendatang.
Terkait dengan keberadaan para pendatang penggarap lahan, lanjutnya, perusahaan tidak bermaksud untuk merelokasi, tetapi mendorong mereka ikut serta dalam skema kemitraan untuk mengelola hutan itu secara berkelanjutan. Pihaknya juga berharap terjalin kerjas ama di antara para pihak agar dapat membantu perusahaan mengupayakan penanganan konflik gajah dan manusia dalam areal konsesi.
Dalam 10-15 tahun terakhir, populasi gajah sumatera terus menurun. Yang terparah, selama enam tahun terakhir, lebih dari 160 gajah tewas di seluruh Sumatera. Berdasarkan data Forum Konservasi Gajah Indonesia, telah terjadi kepunahan pada 13 kantong habitat gajah. Kondisi itu disebabkan masifnya pembukaan kebun dan hutan monokultur. Konflik dengan manusia juga telah memicu maraknya perburuan liar gajah. Atas persoalan itu diperlukan ruang yang aman bagi satwa dilindungi tersebut. (ITA)