Strategi Adaptasi Menghadapi Perubahan Iklim Global
Oleh
DODY WISNU PRIBADI
·3 menit baca
MOJOKERTO, KOMPAS — Kebutuhan membangun kemampuan agar warga di tempat-tempat rawan bencana memiliki keterampilan strategi adaptasi terhadap perubahan iklim global amat diperlukan.
Setiap lokasi dan kelompok masyarakat penghuninya menghadapi problem lokal yang khas, seperti yang ada di Desa Celaket, Padusan, dan Pacet, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. Kawasan ini rawan menghadapi bahaya banjir dan longsor, padahal pada saat yang bersamaan juga hidup dari wisata alam lereng gunung.
Hari Kamis (6/12/2018), perwakilan Pemerintah Kabupaten Mojokerto yang diwakili Badan Penanggulangan Bencana Daerah, Bappeda, dan Dinas Lingkungan Hidup serta perangkat desa ketiga desa tersebut menandatangani perjanjian kerja sama dengan lembaga USAID (Badan Bantuan Amerika Serikat) Adaptasi Perubahan Iklim dan Ketangguhan (APIK) bersama Yayasan Sahabat Multi Bintang.
Kawasan ini penting karena berada di tepian Taman Hutan Raya Soeryo yang sangat penting sebagai ekosistem hutan bagi Jawa Timur, kata Ardanti Soetarto, Manajer Regional Jawa Timur Program USAID APIK, di Mojokerto.
USAID APIK bekerja di wilayah Mojokerto sejak 2017, kemudian bersama warga memutuskan membuat penguatan kapasitas adaptasi warga di Kecamatan Pacet. Selain itu, juga menerapkan pemasangan teknologi pemantau cuaca di Kecamatan Gondang.
Wilayah Pacet berada di segitiga punggung gunung Welirang-Arjuno-Penanggungan, yang selama ini dikenal rawan bencana banjir bandang dan longsor serta kecelakaan kendaraan karena turunan curam. Namun, pada musim kemarau, kawasan ini rawan terkena kebakaran.
Pelatihan
USAID APIK bersama Kelompok Siaga Bencana desa-desa setempat membuat pelatihan atau peningkatan kapasitas. Di Kecamatan Gondang, kolaborasi itu ditambah dengan pemasangan sejumlah alat pemantau cuaca dengan sistem peringatan dini. Alat tersebut adalah Automatic Rain Gauge (ARG) yang berfungsi mengukur curah hujan, temperatur, dan kelembaban, juga Automatic Water Level Recorder (AWLR) untuk mengukur tinggi muka air (sungai), serta pemasangan sirene tanda bahaya.
”Sensor pada ARG dan AWLR merekam data sekitar, mengirimnya ke gateway data secara mandiri tanpa dukungan jaringan seluler. Kemudian, oleh komputer data dikategorikan sebagai waspada atau siaga dan awas. Sirene akan memberikan respons atas hasil keputusan, berupa bunyi sirene,” tutur Enggar Paramita dari Humas USAID APIK.
Sistem ini diputuskan dipasang di Desa Kalikatir, Dilem, dan Begaganlimo, Kecamatan Gondang, Kabupaten Mojokerto, yang memantau kerawanan Sungai Klorak. Pada 2017, sungai ini mengalami banjir bandang dan menimbulkan banjir serta genangan di Kota Mojokerto.
Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BPBD Kabupaten Mojokerto Puji Andriati mengatakan, saat musim hujan seperti sekarang, Kabupaten Mojokerto belum bebas dari risiko banjir sehingga peralatan sistem peringatan dini seperti ini sangat membantu BPBD.
Saat musim hujan seperti sekarang, Kabupaten Mojokerto belum bebas dari risiko banjir sehingga peralatan sistem peringatan dini sangat membantu BPBD.
Di Kecamatan Pacet, kerja sama USAID APIK, warga, Pemkab Mojokerto, dan Yayasan Multi Bintang melakukan strategi penguatan kapasitas. Kewaspadaan di Pacet muncul sejak 2002 saat terjadi bencana di wisata air panas yang menewaskan puluhan korban jiwa.
Hening Wicaksono, Direktur Eksekutif Yayasan Sahabat Multi Bintang, menyebutkan, diketahui bencana terjadi karena penggundulan hutan saat itu. Kolaborasi sejumlah pihak tersebut di kawasan ini dilakukan dengan kajian kerentanan serta risiko dan dampak perubahan iklim.