BANDA ACEH, KOMPAS - Penyidik Kepolisian Resor Kota Banda Aceh memeriksa 14 petugas Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Banda Aceh untuk mengusut kasus kaburnya 113 narapidana. Hingga satu minggu setelah bobolnya LP, 78 napi yang kabur belum juga ditemukan.
Kepala Polresta Banda Aceh Komisaris Besar Trisno Riyanto, Kamis (6/12/2018), mengatakan penyelidikan sedang berjalan. Sebagian petugas telah dimintai keterangan. Sejauh ini belum ada kesimpulan karena harus dikonfirmasi lagi dengan keterangan saksi lainnya.
Selain petugas, polisi juga memeriksa napi yang sempat kabur dan napi yang memilih tetap di LP saat napi lain melarikan diri. Informasi dari napi yang ditangkap kembali menyebutkan, mereka lari lantaran diprovokasi dan diancam napi yang menjadi dalang pembobolan LP. ”Mereka (napi) telah ditetapkan sebagai daftar pencarian orang. Ke mana pun mereka lari pasti akan tertangkap,” kata Trisno.
Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Aceh Agus Toyib menjelaskan, pihaknya telah membentuk tim khusus untuk menangani kasus itu. Hasil pemeriksaan sementara oleh tim, tak ditemukan kesalahan prosedur dalam pengamanan saat napi kabur.
Bahkan, anggotanya telah bekerja sesuai aturan. Saat napi mengamuk, petugas yang berjaga ada 12 orang dan berada di beberapa titik sehingga petugas tak mampu menghalau 113 napi yang kabur bersamaan. Namun, dia mengakui, petugas kecolongan karena rencana napi untuk kabur tidak terdeteksi. ”Kasus ini jadi bahan evaluasi untuk lebih waspada,” kata Agus.
Terkait pencarian 78 napi, Agus memercayakan sepenuhnya kepada kepolisian. Kemenkumham membantu menyuplai informasi seperti profil napi dan keluarga napi. Agus meyakini polisi memiliki kemampuan menangkap napi yang kabur.
Agus mengatakan, kondisi LP kini sudah kondusif. Aktivitas napi berjalan normal dan polisi masih berjaga di LP. Kekurangan petugas LP menjadi salah satu kelemahan dalam pengawasan.
Menurut Agus, pihaknya dan kepolisian fokus mengejar napi yang kabur. Napi diduga masih berada di Aceh. ”Tidak tertutup kemungkinan keluarga napi juga menyembunyikan mereka. Namun, saya minta keluarga napi menyerahkan mereka ke polisi,” ujarnya.
Agus memberi waktu paling lama sebulan semua napi bisa ditangkap kembali.
Agus mengatakan, membina napi yang notabene orang yang bermasalah dengan hukum tidak mudah. Meski mereka telah mengakui kesalahan, potensi mengulangi tetap ada. Oleh karena itu, kata Agus, mereka harus menjalani pembinaan yang telah diatur pemerintah agar saat keluar dari LP menjadi pribadi yang lebih baik.
Di LP Kelas IIA Banda Aceh, paling banyak napi kasus narkoba. Bahkan, di LP itu terdapat beberapa napi bandar sabu dan napi kasus pembunuhan berat. Saat ini jumlah napi di LP itu 720 orang.
”Di sini ada 700 lebih napi, yang kabur hanya 113 orang. Saya rasa jika yang lain mau kabur juga bisa, tetapi kebanyakan mereka sadar tetap di LP adalah pilihan terbaik,” kata Agus.
Dosen Ilmu Sosial dan Politik Universitas Syiah Kuala, Aryos Nivada, meminta Kemenkumham segera berbenah agar kasus serupa tidak terulang lagi. ”Sistem pengamanan harus diperkuat dan integritas sipir harus dibenahi,” kata Aryos.
Aryos juga mendesak Kemenkumham dan polisi membuka ke publik hasil penyelidikan agar diketahui apa sebenarnya yang terjadi di LP. Selama ini sering ditemukan sipir terlibat aksi kejahatan bekerja sama dengan napi. (AIN)