MAGELANG, KOMPAS- Peredaran narkoba di Indonesia dikendalikan oleh jaringan mafia. Bahkan di tingkat akar rumput, para remaja dimanfaatkan oleh jaringan ini sebagai kurir dengan tawaran upah menggiurkan.
Direktur Rehabilitasi Sosial Korban Penyalahgunaan Napza Kementerian Sosial Waskito Budi Kusumo, ditemui di sela-sela seminar nasional bertema “Rehabilitasi Korban Pecandu Napza Menuju Indonesia Sehat, Jawa Tengah Hebat Tanpa Narkoba” di Kota Magelang, Jawa Tengah, Senin (10/12/2018), mengaku menemukan pengguna narkoba termuda mulai usia 3 tahun dan yang tertua 72 tahun.
"Para pengguna narkoba tersebut juga berasal dari berbagai lingkungan, mulai dari anak-anak jalanan, hingga mereka yang masih berstatus sebagai santri di pondok pesantren,” ujarnya.
Bahkan, Wartomo, ketua RW XI di Kampung Patengunung, Kelurahan Rejowinangun Selatan, Kota Magelang, mengatakan, narkoba tidak sekadar mengancam warga untuk menjadi pengguna. Di kampungnya, banyak anak muda, sekalipun tidak menjadi pengguna, tetap mau terlibat dalam peredaran narkoba. Mereka dimanfaatkan oleh para pengedar narkoba untuk menjadi kurir.
Wartomo mengatakan, pekerjaan menjadi kurir sangat menggiurkan kaum muda, karena upah yang dijanjikan cukup tinggi.
“Pekerjaan menjadi kurir itu sungguh menggoda. Bagaimana tidak, ibaratnya, untuk mengantarkan beberapa gram dalam jarak kurang beberapa meter saja, mereka dibayar Rp 250.000 per orang,” ujarnya.
Pekerjaan menjadi kurir ini banyak dilakukan anak-anak muda yang baru saja lulus SMA dan belum punya pekerjaan. Para pengedar narkoba suka memanfaatkan mereka karena biasanya masih memiliki catatan yang baik, sehingga sulit dideteksi polisi.
Menurut Waskito, jaringan mafia narkoba yang kuat memudahkan penyebaran narkoba ke semua lini, menembus batas usia, lingkungan sosial, dan lingkup pendidikan. Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN), di Indonesia terdapat 76 mafia narkoba dan baru satu yang akhirnya menjalani hukuman mati di Lembaga Pemasyarakatan Nusakambangan.
Menurut dia, jaringan mafia inilah yang berpengaruh sangat kuat mengontrol peredaran narkoba. Dari jaringan ini pula, narkoba dari China pun bisa mengalir deras ke Indonesia.
Lingkungan sekolah
Di Jawa Tengah, sekitar 27 persen dari 300.000 pengguna narkoba, berasal dari kalangan pelajar dan mahasiswa. Mereka terpapar narkoba dari lingkungan terdekat di sekitarnya, bahkan dari lingkungan sekolahnya sendiri.
Wakil Gubernur Jawa Tengah Taj Yasin, mengatakan, kondisi ini membuktikan bahwa sekolah pun tidak lagi menjadi tempat paling aman bagi anak-anak. Hal ini juga menjadi sinyal bagi orangtua untuk lebih meningkatkan kewaspadaan.
“Narkoba adalah masalah yang membutuhkan perhatian bersama. Orangtua tidak boleh sekadar melepaskan tanggungjawab pendidikan anak pada sekolah, dan sebaliknya sekolah pun juga harus lebih jeli mencermati aktivitas siswa dan segala sesuatu yang terjadi pada anak didik,” ujarnya.
Dalam hal ini, menurut Yasin, sekolah dapat lebih membentengi para siswa dengan pembekalan agama. Para guru agama, termasuk guru mengaji, juga harus diberi pemahaman tentang ancaman bahaya narkoba bagi para siswa sehingga mereka pun mau terlibat aktif dalam upaya pencegahan bahaya tersebut di sekolah.