Tinggal Dua Desa di NTB yang Belum Teraliri Listrik
Oleh
KHAERUL ANWAR
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Rasio elektrifikasi di Provinsi Nusa Tenggara Barat hingga November 2018 mencapai 91,34 persen, dan akan mencapai target elektrifikasi 92,75 tahun 2020. Dengan demikian, tahun depan ditargetkan hanya tinggal dua desa di provinsi ini yang belum terpenuhi kebutuhan listriknya oleh PLN.
”Dari 1.141 desa di Pulau Lombok dan Sumbawa, tinggal Desa Saraeruma dan Desa Pusu di Kabupaten Bima yang belum dialiri listrik. Bersamaan dengan semua desa dialiri listrik, kami akan fokus menyasar dusun-dusun agar terpenuhi kebutuhan listriknya,” ujar Primadia Rahmawan, anggota staf Humas PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Unit Induk Wilayah (UIW) Nusa Tenggara Barat, di Mataram, Lombok, Rabu (12/12/2018).
Pencapaian rasio elektrifikasi tersebut diraih setelah PLN NTB gencar membangun jaringan listrik ke daerah-daerah terpencil dan sulit dijangkau, misalnya Desa Gili Gede, Lombok Barat, dibangun kabel bawah laut untuk memenuhi kebutuhan listrik di pulau kecil itu.
Hal yang sama dilakukan di obyek wisata Gili Terawangan, Air, dan Meno, dengan menambah kapasitas listrik dan membangun jaringan dua kabel laut. Dengan demikian, kapasitas daya listrik ke tiga gili itu meningkat dari 16 MW menjadi 36 MW.
Untuk dusun-dusun yang belum dialiri listrik, ujar Primadia, PLN NTB tahun 2019 tahap pertama akan membangun jaringan ke 49 dusun tersebar di Pulau Lombok, kemudian secara bertahap menyasar dusun lain sehingga seluruh dusun di NTB terlayani listrik dari PLN.
Sebelumnya, Manajer Komunikasi PLN UIW NTB Taufiq Dwi Nurcahyo mengatakan, rasio eletrifikasi untuk NTB ditargetkan naik mencapai 4 persen hingga 5 persen per tahun. Ketersediaan sistem kelistrikan Lombok berdaya mampu 245 megawatt (MW) dengan beban puncak mencapai 225 MW.
Adapun sistem kelistrikan Sumbawa berdaya mampu sebesar 56 MW dengan beban puncak 42 MW. Kemudian daya mampu sistem Bima sebesar 57 MW dengan beban puncak sebesar 42 MW.
”Ketiga sistem kelistrikan saat ini dalam kondisi surplus, tetapi belum aman karena cadangan dayanya belum mencapai 30 persen. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur kelistrikan mutlak diperlukan, apalagi melihat kebutuhan listrik NTB yang terus meningkat,” ungkap Taufiq.
Dari 10 kabupaten-kota di NTB, terdapat wilayah yang memiliki rasio eletrifikasi di atas 100 persen, yakni Kota Mataram dengan rasio elektrifikasi 115,43 persen, Kabupaten Sumbawa Barat dengan rasio elektrifikasi 102,29 persen, Kabupaten Sumbawa yang rasio elektrifikasi 100,91 persen, dan Kabupaten Dompu dengan rasio elektrifikasi 103,70 persen.
Tahun 2018, beberapa pembangkit baru, seperti PLTMG Sumbawa berkapasitas 50 MW, PLTMG Bima berkapasitas 50 MW, dan PLTGU Lombok Peaker berkapasitas 150 MW, sedang dalam proses konstruksi. Diharapkan pembangkit itu segera beroperasi, diprediksi selesai tahun 2018-2019.
Perihal pertumbuhan penjualan listrik di NTB, menurut Taufiq, kondisinya meningkat 5,4 persen dari 1.591 GWh (gigawatt hour) tahun 2016, menjadi 1.677 GWh tahun 2017. Peningkatan penjualan listrik terbesar di sistem kelistrikan Lombok sebesar 54 GWh, sistem kelistrikan Sumbawa 19,3 GWh, dan sistem kelistrikan Bima sebesar 12,6 GWh. ”Total peningkatan sekitar 86 GWh,” kata Taufiq.
Pasokan daya listrik ini diharapkan dapat mendukung peningkatan perekonomian masyarakat dan industri sekaligus mendorong investasi di NTB. Pasalnya, kata Taufiq, daya listrik surplus sehingga para investor tidak perlu khawatir karena PLN siap memenuhi kebutuhan listrik, termasuk menyediakan kebutuhan listrik di Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika, Kute, Lombok Tengah, yang dikelola Indonesia Tourism Development Corporation.