JAMBI, KOMPAS — Penyanderaan yang dilakukan sekelompok warga yang diduga para perambah liar Hutan Harapan terhadap petugas patroli hutan sepatutnya ditindak tegas oleh aparat penegak hukum. Pembiaran hanya akan mendorong para perambah bertindak kian anarkistis.
Head of Stakeholder Partnership and Land Stabilization Division Hutan Harapan Adam Aziz mengatakan, anarkisme dengan cara menyandera petugas pengamanan hutan sudah terjadi berulang di kawasan hutan itu.
Adapun penyanderaan yang dilakukan terhadap Kardiyono (42), salah seorang anggota tim patroli Hutan Harapan, pada Selasa malam lalu, sebagaimana diberitakan Kompas, Kamis (14/12/2018), merupakan yang keenam kalinya sejak 2010. ”Setiap kali kami bersama aparat gabungan berupaya mengamankan hutan dan menahan perambah serta pembalak liar selalu disikapi anarkis dengan menyandera tim patroli,” ujarnya.
Adapun penyanderaan yang dilakukan terhadap Kardiyono (42) merupakan yang keenam kalinya sejak 2010.
Kardiyono akhirnya bebas setelah diculik sekelompok perambah hutan selama 27 jam. Didampingi polisi dan polisi hutan, ia pulang ke kamp hutan itu, Kamis dini hari. Kardiyono kini dalam kondisi kelelahan dan depresi akibat ancaman yang dihadapi selama dalam penyanderaan.
Kardiyono diculik sekelompok warga bersenjata tajam di kamp hutan itu, Selasa (11/12/2018) pukul 21.00. Saat itu, sejumlah petugas sedang berjaga di sekitar kamp hutan. Tiba-tiba sekitar 40 orang datang, sebagian bersenjata tajam. Mereka mengacung-acungkan parang sehingga para anggota patroli hutan melarikan diri. Namun, belum sempat melarikan diri, Kardiyono telanjur ditarik massa dan digiring menuju kendaraan.
Pencegahan perambahan
Menurut Adam, kedatangan massa diduga terkait operasi pencegahan perambahan liar oleh tim patroli hutan bersama komunitas Suku Bathin IX siang harinya. Komunitas itu turun-temurun hidup dengan mengusahakan hasil nonkayu di dalam hutan itu.
Saat menemukan sekelompok warga tengah menebangi sejumlah pohon dan menanami sawit, tim pun mengejar pelaku. Salah satu pembuka lahan, Lukman (53), diinterogasi dan kemudian ditahan di Markas Kepolisian Resor Batanghari.
Menurut Adam, enam kasus penculikan dan penyanderaan ini selalu terkait dengan operasi pengamanan dari aktivitas perusakan hutan. ”Perlindungan dan pemulihan Hutan Harapan kerap disikapi secara anarkistis oleh masyarakat perambah. Karena itu, perlu dukungan dari para pihak,” katanya.
Enam kasus penculikan dan penyanderaan ini selalu terkait dengan operasi pengamanan dari aktivitas perusakan hutan.
Ia memberi catatan sejumlah kegiatan pengamanan hutan yang diikuti dengan penculikan, penyanderaan, dan anarkisme di Hutan Harapan. Pada April 2017, staf patroli Hutan Harapan mengamankan dua pembalak liar dan menyerahkannya ke Markas Polres Batanghari.
Setelah itu, sekelompok orang menculik dua anggota staf perlindungan Hutan Harapan dari Pos Masai Rusa. Saat itu, massa bersikeras tetap akan menyandera kedua orang itu apabila polisi tidak melepaskan rekan mereka yang ditahan. Akhirnya, dua petugas itu dilepas setelah kedua pembalak juga dilepas.
Hal serupa terjadi lagi pada 2014, 2013, 2012, dan 2010. Bahkan, massa perambah pernah pula sampai membakar kamp Hutan Harapan.
Terkait tindakan penyanderaan, Kepala Kepolisian Resor Batanghari Ajun Komisaris Besar Muhammad Santoso mengatakan masih menunggu keterangan dari korban. ”Setelah memperoleh keterangan lengkap dari korban, kami akan proses,” katanya.