Barang Ilegal dari Pesisir Timur Sumatera Selatan Dimusnahkan
Oleh
Rhama Purna Jati
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS — Puluhan pelabuhan di pesisir timur Sumatera masih menjadi tempat masuknya barang ilegal. Barang-barang itu, yakni minuman keras, rokok, dan tembakau iris ilegal yang didapat di wilayah Sumatera Selatan, Jambi, dan Bangka Belitung, dimusnahkan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Sumatera Bagian Timur di Palembang, Kamis (13/12/2018).
Barang yang dimusnahkan adalah 1,08 juta batang rokok senilai Rp 543 juta dengan potensi kerugian negara mencapai Rp 503 juta, 10.756 liter minuman mengandung etil alkohol (MMEA) senilai Rp 1,08 miliar dengan potensi kerugian Rp 1,2 miliar, dan 277 kilogram tembakau iris senilai Rp 36 juta dengan potensi kerugian mencapai Rp 8,3 juta.
”Secara keseluruhan, nilai kerugian mencapai Rp 2,58 miliar dengan potensi kerugian negara mencapai Rp 1,94 miliar,” ujar Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Sumatera Bagian Timur Agus Rofiudin saat acara pemusnahan barang ilegal itu.
Selama tahun 2018, lanjut Agus, pihaknya telah melakukan 636 penindakan, meliputi 176 pelanggaran impor barang kiriman pos, 327 pelanggaran cukai hasil tembakau, 33 pelanggaran impor umum, 75 pelanggaran impor barang penumpang, serta 9 pelanggaran cukai MMEA lokal. Keseluruhan nilai barang sitaan tersebut mencapai Rp 71,88 miliar dengan potensi kerugian negara sebesar Rp 20,55 miliar.
Pelabuhan gelap
Dibandingkan dengan penindakan tahun lalu, nilai barang yang disita meningkat. Peningkatan karena pengawasan di sejumlah pelabuhan diperketat sehingga barang yang berhasil ditangkap meningkat. ”Kebanyakan barang ilegal datang dari Batam dan Jawa Timur,” ucap Agus.
Ia menambahkan, di wilayah Sumatera bagian timur terdapat puluhan pelabuhan gelap yang digunakan untuk menyelundupkan barang ilegal. Pelabuhan tersebut antara lain Pelabuhan Kuala Tungkal di Jambi, Pelabuhan Sungsang di Sumatera Selatan, dan di perbatasan Pelabuhan Kijang di Kepulauan Riau. ”Diperlukan sinergi semua pihak agar pengawasan penyelundupan barang ilegal dapat diperketat,” kata Agus.
Sinergi diperlukan karena jumlah sumber daya manusia pada Bea dan Cukai terbatas, tidak sebanding dengan pelabuhan yang ada. ”Di Pelabuhan Kuala Tungkal, misalnya, hanya ada 8-10 petugas Bea dan Cukai, tentu ke depan akan dievaluasi jumlahnya,” ujar Agus.
Modus yang digunakan pelaku juga beragam, salah satunya menggunakan kapal cepat lima mesin. Hal ini menyulitkan petugas untuk melakukan pengejaran. ”Namun, saat ini sudah ada skema penindakan baru untuk mengantisipasi hal tersebut,” ucap Agus.
Tidak hanya menjadi pintu masuk barang ilegal, pesisir timur Sumatera juga menjadi tempat masuknya narkotika.
Kepala Polda Sumatera Selatan Inspektur Jenderal Zulkarnain Adinegara, saat mengungkap perdagangan 6 kilogram narkoba jenis sabu, Rabu, mengatakan, kebanyakan narkotika yang masuk dari pantai timur Sumatera datang dari Aceh dan Medan. Jenis narkoba itu diduga berasal dari China dan Myanmar.