PALANGKARAYA, KOMPAS Pendewasaan usia nikah menjadi solusi bagi ketahanan keluarga di tengah ancaman tingginya angka perceraian dan pernikahan usia dini. Ancaman itu tak hanya mengganggu pembangunan, tetapi juga memiskinkan kehidupan keluarga.
Hal itu terungkap dalam Dialog Antar Generasi dalam rangka peringatan Hari Ibu ke-90 di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Rabu (12/12/2018). Acara itu dibuka Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Susana Yembise.
”Indonesia terdiri atas 65 juta keluarga. Jika semuanya rusak karena perceraian dan pernikahan anak juga hal lainnya, hancurlah negara ini. Negara ini menjadi negara kuat jika keluarga kuat,” kata Yohana.
Ia mengungkapkan, sampai saat ini ada 15 juta janda di Indonesia karena bercerai dengan pasangan. Perceraian berdampak besar pada kualitas hidup keluarga. Selain itu, dampak kesehatan fisik dan psikis juga diderita anak dan perempuan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik pada 2016, angka pernikahan usia dini tertinggi terjadi pada perempuan berusia 16 dan 17 tahun. Bahkan, satu dari empat anak perempuan menikah sebelum 18 tahun.
Daerah dengan tingkat pernikahan usia dini tertinggi adalah Sulawesi Barat sekitar 36,2 persen, disusul Kalimantan Tengah dan Sulawesi Tengah.
Salah satu upaya pihaknya untuk memperkuat ketahanan keluarga adalah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Pencegahan dan Penghapusan Perkawinan Anak. Namun, sampai saat ini kebijakan itu belum disahkan.
”Dalam waktu dekat, kami akan membuat diskusi publik terkait hal ini agar segera mungkin kebijakan itu bisa dilaksanakan,” kata Yohana.
Laporan Bank Dunia dan International Center for Research on Women berjudul ”Economic Impacts of Child Marriage” menyebutkan, pernikahan usia dini akan merugikan negara berkembang hingga triliunan dollar AS pada 2030 jika tak diakhiri.
Sebaliknya, menunda usia pernikahan akan berkontribusi besar pada peningkatan derajat pendidikan perempuan dan anak, pengendalian jumlah penduduk, serta peningkatan kesejahteraan perempuan di rumah dan tempat kerja.
Sekretaris Daerah Kalteng Fahrizal Fitri mengungkapkan, pihaknya terus mendorong program wajib belajar 12 tahun. Bahkan, ada beberapa desa yang tidak memberikan akses administrasi pada pasangan yang menikah terlalu muda. Hal itu akan dilakukan di seluruh Kalteng.
”Keluarga yang punya daya tahan kuat akan berkontribusi pada terbentuknya masyarakat yang berdaya tahan kuat,” kata Fahrizal. (IDO)