MATARAM, KOMPAS — Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat Achris Sarwani mengatakan, upaya mendorong momentum pertumbuhan ekonomi nasional saat ini mendapat tantangan dari ekonomi global yang bergerak menuju ketidakpastian.
Kondisi yang penuh tantangan itu juga membuat perekonomian di Nusa Tenggara Barat (NTB) dari sektor tambang dan bukan tambang ikut tertekan.
”Tantangan perekonomian nasional dan NTB tahun 2018 cukup berat,” kata Achris dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia: Sinergi untuk Ketahanan dan Pertumbuhan, Kamis (13/12/2018), di Mataram, Lombok.
Menurut Achris, ekspor luar negeri NTB terkontraksi seiring dengan terbatasnya kinerja tambang, yang disebabkan oleh cadangan bijih tembaga semakin menurun. Juga tekanan terhadap sektor lain di luar tambang juga terjadi karena adanya bencana gempa bumi.
Dalam triwulan III-2017, pertumbuhan ekonomi NTB dari sektor tambang 4,09 persen dan tanpa sektor tambang 6,07 persen. Dalam triwulan sama 2018 pertumbuhan ekonomi dari sektor tambang minus 13,99 persen dan sektor lain minus 0,36 persen.
”Namun, stabilitas harga di NTB relatif terkendali. Hal ini tidak lepas dari sinergi tim pengendalian inflasi daerah dan Satgas Pangan Provinsi NTB dalam menjaga ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, keterjangkauan harga, dan komunikasi yang efektif dalam kebijakan pengendalian inflasi,” ujar Achris.
Hal yang perlu dilakukan untuk mempercepat pemulihan ekonomi NTB, menciptakan perekonomian yang semakin kuat, inklusif, dan berkualitas ialah mempercepat proses rehabilitasi dan rekonstruksi bangunan terdampak gempa, kemudian mengoptimalkan peluang NTB sebagai destinasi pariwisata prioritas nasional, serta mengoptimalkan potensi sumber daya alam dengan melakukan peningkatan nilai tambah.
Gubernur NTB Zulkieflimansyah mengatakan hal senada. Dalam mempercepat pemulihan dan pengembangan ekonomi, NTB membutuhkan dukungan, sinergi dan upaya bersama dari berbagai pihak. Upaya itu di antaranya memberdayakan pelaku UMKM sebagai penggerak roda ekonomi nasional dan daerah sehingga menyerap banyak tenaga kerja.
Berdasarkan Data Dinas Koperasi dan UMKM NTB, pada 2016 tercatat 644 unit UMKM di NTB, dengan jumlah tenaga kerja yang terserap lebih dari 1,8 juta orang. Namun, hasil Riset World Bank menyebutkan, persoalan UMKM secara nasional adalah pembiayaan, peluang usaha, kapasitas sumber daya manusia dan kelembagaan UMKM, kemudian aspek regulasi dan birokrasi.
UMKM berperan penting dalam perekonomian daerah. Untuk itu, Kantor Perwakilan Bank Indonesia NTB mengadakan ekspo UMKM yang diikuti oleh UMKM binaan Bank Indonesia. Produk yang mereka pamerkan berupa kopi, tenun, kerajinan mutiara, dan lainnya.
Pegiat kopi Lombok, Qwadru Wicaksono, mengaku berpartisipasi dalam expo itu karena produk kopi NTB kurang promosi dan kurang mendapat perhatian. Padahal, ada empat jenis kopi yang ditanam di Desa Sajang, Lombok Timur, di kawasan Gunung Rinjani dan Desa Oibura, Kecamatan Tambora, Kabupaten Bima. Kopi itu adalah robusta, arabika, ekselsa (Desa Sajang), dan liberika (Oibura) yang ditanam di zaman Belanda.
Produk kopi bubuk itu diproduksi dalam skala kecil dan penjualannya lewat perantaraan teman di Jakarta. Rekannya itu kemudian menjualnya antara lain ke Malaysia. Persoalan produk kopi di NTB adalah asal panen dicampur, tidak dipisahkan menurut jenisnya. Akibatnya, biji kopi robusta, arabika, dan liberika harganya jadi sama di pasaran.