130 Unit Huntara Diserahkan kepada Warga Lombok Utara
Oleh
Khaerul Anwar
·3 menit baca
MATARAM, KOMPAS — Warga Dusun Boyotan Proyek, Desa Gumantar, Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, menerima bantuan hunian sementara 130 unit. Huntara itu secara fisik lebih layak huni dibandingkan dengan hunian darurat yang dibangun sendiri oleh warga dengan bahan sisa reruntuhan rumah yang ambruk diguncang gempa pada Juli-Agustus.
”Ini wujud kepedulian sosial melalui program CSR yang dilakukan PT Energi Mega Persada (EMP) Tbk,” kata Achmad Badrun, Vice President Corporate Communications PT EMP, di Desa Gumantar, Jumat (14/12/2018). PT EMP, di bawah naungan Satuan Kerja Khusus Migas, pada kesempatan itu menyerahkan secara simbolis 130 unit hunian sementara (huntara) kepada warga Dusun Boyotan.
Bantuan huntara itu guna mendukung percepatan pemulihan permukiman warga pascagempa Lombok. EMP bekerja sama dengan Yayasan Bakrie Amanah dan Tim Relawan dari Posko Jenggala, Lombok Utara, membangun huntara di lahan tempat rumah-rumah warga berdiri sebelum gempa.
”Membangun huntara di lahannya sendiri akan menumbuhkan rasa memiliki warga serta kepercayaan para korban untuk bekerja dan berusaha membangun kehidupan setelah bencana,” ungkap Badrun.
Kendati sebagian besar disediakan EMP, material huntara juga memanfaatkan potensi lokal dan bahan sisa bangunan, seperti bambu dan kayu. Proses pembangunan dilakukan secara gotong royong oleh warga, pendamping, dan sukarelawan.
Awalnya hanya ditargetkan pembangunan 60 unit huntara. Namun, jumlah yang berhasil direalisasikan bertambah menjadi 130 unit. Itu belum termasuk membangun tempat pengungsian dan satu mushala di dusun itu. Dusun ini dipilih karena salah satu yang memiliki jumlah pengungsi terbanyak di Lombok Utara.
Mahid, warga Dusun Boyotan Proyek, mengatakan, bantuan huntara sangat bermanfaat bagi warga yang hingga kini belum memiliki tempat tinggal layak secara fisik pascabencana. Dia juga bersyukur dengan bantuan fasilitas lain, seperti mushala dan fasilitas belajar untuk anak-anak.
Model huntara yang dibangun itu mampu bertahan 5-10 tahun. Huntara yang dibangun di atas lahan masing-masing warga sangat bermanfaat ketimbang dibangun di lokasi lain.
Di Desa Gumantar yang berpenduduk 6.000 jiwa (1.900 keluarga) hampir semua rumah rusak total. Warga penyintas bencana pun masih menunggu realisasi dana stimulan dari pemerintah sebagai biaya membangun hunian tetap (huntap).
”Prinsipnya, kalau dikasih (bantuan pemerintah), ya, terima kasih. Kalau belum dikasih, ya, sabar. Tapi, kami tetap menuntut hak kami sebagai warga negara yang kena musibah karena Presiden bilang akan membantu,” ucap Mahid.
Rusan Basri, tokoh pemuda Dusun Boyotan Proyek, mengatakan, selain huntara, warga juga memiliki persoalan kekurangan air bersih sejak sebelum gempa. Ada empat dari 16 dusun di Gumantar yang belum mendapat akses air bersih selama puluhan tahun. Pemerintah memiliki keterbatasan dana mengatasi persoalan akses air bersih itu sehingga sampai sekarang belum ada penyelesaiannya.
Sumber air yang ada dibagi untuk kebutuhan makan, minum ternak, dan irigasi lahan garapan. Sejak gempa, Rusan mengaku membeli air untuk kebutuhan minum dan mandi Rp 50.000 per gentong (25 liter).
Kondisi ini dibenarkan oleh Koordinator Posko Jenggala Andi Sahrandi. ”Saya tiga bulan di sini, air untuk mandi dan minum harus beli,” kata Andi.