Restorasi Luhur di ”Little Netherland”
Lalu lintas di Jalan Kepodang, Kota Lama Semarang, Jawa Tengah, Rabu (12/12/2018) petang, tak terlalu ramai. Sejumlah pekerja merampungkan pemasangan batu andesit untuk pembangunan trotoar. Pemasangan batu itu merupakan bagian dari revitalisasi kawasan berjuluk ”Little Netherland”.
Menyusuri Jalan Kepodang, deretan bangunan tua kusam tak terawat. Namun, satu bangunan mencolok. Dindingnya putih bersih. Sinar cahaya terpancar dari lampu-lampu kuno di depannya. Di pintu masuk, ada kayu bertulis ”Hero Coffee".
Kedai kopi yang dibangun Akhmad Santoso (31) bersama tiga investor lain itu menyewa bangunan seluas 363 meter persegi milik PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI). Akhmad yakin Kota Lama bakal strategis.
Semua bermula ketika pada 2014 Akhmad menonton video di YouTube yang menampilkan keindahan Kota Lama, tetapi kumuh tak terawat. Mengendus potensi, ia memanfaatkan bangunan di Kota Lama untuk dijadikan kedai kopi. Saat itu Hero Coffee sudah berdiri di Sleman, DI Yogyakarta.
Akhmad menyadari betul segalanya butuh proses. ”Saat awal renovasi, pada 2016, masih banyak pedagang kaki lima,” ujarnya.
Terletak di sisi selatan Jalan Letjen Suprapto atau jalan utama Kota Lama, Jalan Kepodang saat itu belum tergarap. Kawasan itu kental kehidupan malam seperti perjudian hingga prostitusi. ”Enam bulan pertama kami menghadapi itu. Kami yakin saat hal positif dibangun, yang negatif pergi,” kata Akhmad.
Dia juga berhadapan dengan para PKL. Alih-alih mengusir, ia justru menampung para pedagang makanan untuk berjualan di dalam gedung saat masih tahap renovasi selama tiga bulan.
Berdayakan warga
Dia tak mengenyahkan orang-orang yang mengandalkan pendapatan dari kehidupan malam Kota Lama. ”Hingga kini, kami membuka kelas barista untuk para pemuda, gratis. Setiap Selasa, 3-4 pemuda kami latih,” ujar Akhmad.
Ia juga menyiapkan gerobak demi memfasilitasi sekaligus mengedukasi warga sekitar. Dia berharap, sebelum lebih banyak investor besar datang, mereka teredukasi sehingga dapat bekerja sama. Akhmad yang menghabiskan Rp 1,7 miliar untuk membangun Hero Coffee bangga karena ikut menggeliatkan wisata Kota Lama.
Sekitar 100 meter dari Hero Coffee, berdiri bangunan Monod Diephuis yang direnovasi sebagian. Gedung ini nyaris tak pernah sepi, kerap dijadikan tempat berbagai kegiatan komunitas, seperti seni, diskusi, dan kegiatan lain secara gratis.
Pemilik gedung Monod Diephuis And Co, Agus S Winarto, mengatakan, ia membuka Monod untuk berbagai kegiatan. Jika hanya mengidentifikasi pemilikan dan administrasi gedung-gedung Kota Lama, masalah sosial belum terpecahkan. Kawasan ini dikelilingi 15.000 orang di permukiman padat.
Demi ”melunakkan” kawasan itu, ia merelakan gedung Monod dan Rumah Popo di Jalan Branjangan untuk kepentingan umum. ”Dari kawasan kumuh, kami dorong aktivitas kesenian dan kebudayaan. Ada 260 aktivitas di Monod,” ujarnya.
Bahkan, dia juga menggelar kegiatan sosial, seperti membagikan becak dan sunatan massal. Secara finansial ia tidak mendapat apa pun, tetapi ia yakin penanganan masalah sosial terdampak dengan pendekatan itu.
”Tiga tahun lalu, Jalan Kepodang gelap gulita. Tak ada yang berani lewat. Sekarang, malam hari pun orang-orang berfoto di depan gedung Monod. PSK-PSK juga sudah tak ada,” kata Agus.
Peran pemerintah
Tak hanya swasta, pemerintah kota juga berkontribusi menggeliatkan kembali kawasan yang sempat jadi salah satu pusat perdagangan di Hindia Belanda itu.
Di Jalan Letjen Suprapto berdiri Semarang Creative Gallery atau galeri usaha mikro, kecil, dan menengah yang memanfaatkan bekas gedung milik PT Telkom. Diresmikan Agustus 2017, gedung itu mewadahi produk UMKM Semarang.
Pemkot Semarang melalui Dinas Koperasi dan Usaha Mikro mengelola galeri UMKM. ”Saat awal diresmikan, ada belasan produk masuk, kemudian terus berkembang, dan kini sudah ada 100 lebih produk dipamerkan,” kata Kepala Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kota Semarang Litani Satyawati.
Selain sejumlah pakaian, termasuk batik, juga ada tas, dompet, kain, dan kerajinan. Syaratnya harus asli Semarang. ”Produk yang masuk galeri sama sekali tak dipungut biaya. Kami juga memiliki tim kurator untuk menyeleksi produk,” ujar Litani.
Pengembangan galeri UMKM merupakan bagian dari pembenahan kawasan Kota Lama. Dia berharap, nantinya kawasan seluas 31 hektar itu kian tertata. Para pengunjung tahu ke mana jika hendak membeli oleh-oleh produk lokal Semarang.
Pada akhirnya revitalisasi Kota Lama diharapkan dapat menunjang pariwisata Kota Semarang dengan tetap memberdayakan warga sekitar. Pada Minggu (16/12), Semarang 10K juga menjadi kegiatan sport-tourism yang berupaya mengenalkan kawasan legendaris ini.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengatakan, total anggaran revitalisasi Kota Lama Rp 200 miliar. Anggaran untuk peningkatan jalan dan trotoar, street furniture, perbaikan drainase, kolam retensi, penataan lanskap, serta sistem penanaman kabel listrik dan lainnya.
Trotoar di kawasan yang dibangun pada abad ke-17 itu nantinya menggunakan batu andesit. Hal itu untuk mendukung Kota Lama masuk daftar warisan budaya dunia UNESCO pada 2020. (Aditya Putra Perdana/Gregorius M Finesso)