PADANG, KOMPAS — Pascalongsor di kawasan Sitinjau Laut, Kecamatan Lubuk Kilangan, Kota Padang, Sumatera Barat, arus lalu lintas dari arah Padang menuju Solok ataupun sebaliknya kembali normal, Sabtu (15/12/2018). Namun, kendaraan jauh lebih padat dibandingkan hari biasa karena jalur tersebut juga digunakan sebagai jalur alternatif menuju Kota Bukittinggi pascaputusnya Jembatan Batang Kalu di Nagari Kayu Tanam, Kecamatan 2x11 Kayu Tanam, Kabupaten Padang Pariaman, awal pekan ini.
Pantauan Kompas sejak Sabtu siang hingga sore, berbagai jenis kendaraan melintas di Sitinjau Laut mulai dari roda dua, roda empat, hingga roda enam, dari dua arah, baik Padang maupun Solok. Kendaraan seperti truk pengangkut semen, truk tangki pengangkut bahan bakar, dan truk pengangkut minyak sawit mentah mendominasi. Selain itu, ada mobil pribadi, bak terbuka pembawa hasil pertanian, serta bus antarkota antarprovinsi.
Kepadatan terlihat begitu memasuki Panorama II atau titik longsor pada Kamis (13/12/2018) malam. Longsor itu mengakibatkan terputusnya arus lalu lintas dari Padang ke Solok serta daerah lain di Sumbar selama lebih dari 12 jam dan menyeret tiga kendaraan, yakni satu bus, satu truk, dan satu minibus. Satu orang meninggal, satu orang kritis, dan tiga lainnya luka. Semua korban adalah penumpang minibus rute Padang-Jambi.
Sabtu sore, di Panorama II sebuah ekskavator terlihat mengangkut material longsor yang masih turun dari perbukitan. Kendaraan yang datang dari arah Padang ataupun Solok memilih berjalan pelan, bahkan sesekali berhenti.
Kendaraan dari arah Padang selain menuju Solok dan kabupaten/kota lain di Sumbar juga menuju provinsi lain, seperti Sumatera Utara dan Riau, melalui jalur lintas tengah Sumatera.
Jalur alternatif
Ismed Zaerani (35) yang membawa minyak sawit mentah dari Pasaman Barat menuju Dumai, Riau, mengatakan, pascaputusnya Jembatan Batang Kalu, jalur Padang-Solok menjadi satu-satunya jalur alternatif yang bisa digunakan. Sementara pada jalur Malalak, jalur alternatif lainnya, truk besar dilarang melintas.
”Akibatnya, jika biasanya Pasaman Barat-Dumai bisa ditempuh dua setengah hari lewat Kayu Tanam, Padang Pariaman, sekarang jadi tiga setengah hari karena selain jarak tempuh, waktu tempuh juga bertambah. Apalagi di jalur Sitinjau Laut ini kendaraan menumpuk,” tutur Ismed.
Menurut dia, kondisi itu membuat biaya yang dibutuhkan untuk perjalanan dari Pasaman Barat menuju Dumai membengkak. Jika biasanya Rp 1,2 juta, sekarang biayanya menjadi Rp 1,5 juta.
”Belum lagi kami dihantui kekhawatiran ada longsor di jalur ini (Padang-Solok) seperti Rabu dan Kamis lalu. Karena itu, kami sangat berharap agar pembangunan jembatan darurat di Kayu Tanam bisa segera diselesaikan,” lanjut Ismed.
Terkait perbaikan Jembatan Batang Kalu, Pengawas Pemasangan Jembatan Darurat dari Balai Pelaksana Jalan Nasional III Padang, Nasrudin, saat dihubungi dari Padang, Sabtu sore, menyebutkan, jembatan darurat sudah hampir selesai. Pihaknya terbantu oleh cuaca yang cerah sepanjang Sabtu. Beberapa hari sebelumnya, pekerjaan terganggu hujan disertai badai di daerah Kayu Tanam.
Pihaknya tinggal memasang satu lagi segmen lantai panel jembatan. Petugas juga memeriksa semua baut untuk memastikan kekuatan dan keamanan jembatan, menyelesaikan bronjong di bawah jembatan, serta membuat oprit atau timbunan di kedua ujung jembatan. Oprit akan menjadi penghubung jembatan dengan jalan.
”Kami upayakan semua selesai malam ini. Insya Allah, Minggu siang uji coba. Tetapi, kalau memang sudah layak, sudah bisa dilewati kendaraan,” kata Nasrudin.