Energi Kreatif Industri Hilir Rumput Laut Sidoarjo
Industrialisasi masih menjadi tantangan berat bagi sentra produksi rumput laut di Tanah Air. Penyebabnya kompleks, mulai dari minimnya investor yang tertarik hingga terbatasnya kemampuan sumber daya manusia di sektor pengolahan. Namun, berkat energi kreatif, Sidoarjo berhasil menggeliatkan industri rumput lautnya dan memberikan nilai tambah ekonomi bagi petani.
Mentari terik yang memayungi Dusun Tanjungsari, Desa Kupang, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, tak disia-siakan petani untuk menjemur rumput laut, Minggu (2/12/2018). Memasuki musim hujan, sinar matahari menjadi barang mewah yang sulit didapat. Padahal, sinar matahari menjadi sumber energi utama pengeringan rumput laut.
Berjarak sepelemparan batu dari lokasi penjemuran, tampak delapan lelaki mengaduk rumput laut kering dan memasukkan ke dalam mesin pengepresan. Setelah dipres, bentuknya menjadi mirip bata berukuran raksasa. Selanjutnya, rumput laut kering itu masuk gudang dan siap dipasarkan ke pabrik pengolahan ataupun diekspor dalam bentuk bahan baku kering (raw material).
Saat petani sibuk mengejar matahari dan pekerja mengemas rumput laut kering, sekelompok ibu rumah tangga justru berkumpul di sebuah bangunan permanen di tepi jalan desa yang belum beraspal. Namun, alih-alih bergosip, para ibu yang mayoritas istri petani ini tengah bergulat dengan kreasi makanan olahan berbahan rumput laut kering.
Ada yang membuat kerupuk, rumput laut krispi, ada pula yang membuat mi. Di ruang paling belakang, para ibu berjibaku memproduksi stik rumput laut semacam makanan ringan yang renyah. Beragam produk olahan itu kemudian dimasak menjadi makanan siap santap.
Setelah itu, makanan dikemas menarik dan dipamerkan dengan cara ditata rapi di sebuah gerai yang lokasinya hanya berjarak sekitar 50 meter dari tempat produksi. Di dalam gerai itu terdapat setidaknya 12 ragam produk makanan olahan berbahan rumput laut. Ada selai, es krim, sirup, dan manisan.
Kemasan makanan olahan itu ditawarkan mulai harga Rp 2.500 hingga Rp 50.000 per kemasan. Sebuah nilai yang relatif mampu dijangkau masyarakat dari pelbagai strata ekonomi. Hal itu merupakan bagian dari strategi memperluas segmen pasar.
Ketua Kelompok Samudera Hijau Putri Rohmah mengatakan, selain dijajakan di gerai, produk makanan olahan rumput laut juga dipasarkan melalui pameran usaha mikro kecil menengah yang diadakan pemda. Pihaknya juga berupaya memperluas jaringan pasar melalui penjualan daring.
Usaha yang dijalankan ini masih rintisan tetapi pengembangan terus dilakukan. Kendala yang dihadapi banyak, baik di bidang produksi, pengemasan, maupun pemasaran. Namun, hal itu tidak akan menghalangi upaya untuk mencapai kemajuan.
Kelompok Samudera Hijau Putri merupakan kelompok usaha produktif yang bergerak di industri hilir rumput laut. Kelompok yang berdiri pada 2017 itu beranggotakan ibu rumah tangga istri petani rumput laut. Merekalah yang berkreasi menciptakan produk olahan berbahan rumput laut agar bernilai tambah ekonomi dibandingkan dijual dalam bentuk raw material.
”Usaha yang dijalankan ini masih rintisan tetapi pengembangan terus dilakukan. Kendala yang dihadapi banyak, baik di bidang produksi, pengemasan, maupun pemasaran. Tetapi, hal itu tidak akan menghalangi upaya untuk mencapai kemajuan,” ujar Rohmah.
Tak sengaja
Desa Kupang, Kecamatan Jabon, merupakan satu-satunya sentra penghasil rumput laut di Sidoarjo. Belasan tahun belakangan, rumput laut hadir memberi warna ekonomi di kawasan pesisir Delta Sungai Brantas yang sebelumnya didominasi udang dan bandeng. Tidak hanya itu, geliat usaha rumput laut mampu mematahkan anggapan sebagai tanaman pengganggu atau gulma.
Ketua Kelompok Petambak Samudera Hijau Satu Desa Kupang Mustofa (45) mengatakan, budidaya rumput laut dirintis petambak udang dan bandeng Ainur Rofiq secara tak sengaja. Saat itu 1999, terjadi banjir yang menyebabkan ratusan hektar tambak tergenang. Setelah air surut, petani rugi besar karena tambak rusak, ikan hilang, dan banyak rumput laut mengendap ditambak.
Rumput laut tersebut dibiarkan tumbuh subur dan akhirnya dipanen 1,5 bulan kemudian. Tak disangka, hasil panen itu laku dijual. Harga rumput laut kering saat itu Rp 6.600 per kg. Prosesnya mudah tinggal dipanen dan dikeringkan dibawah sinar matahari.
Sejak itu petambak bandeng dan udang beralih ke rumput laut dan sekarang jumlah pembudidaya hampir satu desa. Usaha budidaya rumput laut dianggap prospektif karena modalnya kecil, pemeliharaannya mudah, dan penanganan setelah panen juga sederhana.
Sebagai gambaran, di Desa Kupang terdapat empat kelompok petani rumput laut. Data Dinas Kelautan dan Perikanan Sidoarjo menunjukkan, produksi rumput laut kering pada 2015 mencapai 7.070.300 kg. Hasil produksi itu diserap pabrik di Sidoarjo, Pasuruan, dan Surabaya. Ada pula yang diekspor melalui pengepul.
Namun hampir 100 persen rumput laut dari jenis gracilaria ini dijual dalam bentuk bahan baku kering (raw material) sehingga tidak ada nilai tambah ekonominya. Namun sejak 2017, upaya menggeliatkan industri hilir muncul. Rumput laut kering itu pun diolah agar menjadi produk bernilai jual lebih tinggi.
Sinergi
Penyuluh lapangan untuk pemberdayaan perempuan dari Dinas Kelautan dan Perikanan Sidoarjo, Eko Hariwanti, mengatakan, upaya menggeliatkan industri hilir rumput laut sejak lama dilakukan. Upaya itu ditempuh dengan memberikan pelatihan mengolah rumput laut kering menjadi makanan siap santap.
Namun, menurut Rohmah, upaya yang dilakukan pemda belum maksimal sebab setelah pelatihan warga kesulitan mengimplementasikan secara mandiri.
Alasannya, pelatihan yang diberikan bersifat parsial, misalnya hanya di bidang produksi. Padahal, untuk merintis hilirisasi industri diperlukan pengetahuan di bidang produksi, pengemasan, dan pemasaran.
Pada 2017, PT Pertamina Gas (Pertagas) masuk pada kelompok usaha pengolahan rumput laut. Salah satu BUMN itu menyalurkan program CSR melalui pemberdayaan masyarakat. Sejak itu, Rohmah dan kelompoknya mendapat bimbingan dan pelatihan usaha hilir rumput laut. Mereka dilatih mulai dari proses produksi, pengemasan produk, hingga pemasarannya.
”Pemberdayaan ini merupakan bagian dari upaya PT Pertagas membangun sinergi dengan masyarakat agar mampu memaksimalkan potensi yang dimiliki dan mengembangkan perekonomian di desanya,” ujar Direktur Utama PT Pertagas Wiko Migantoro.
Seiring menggeliatnya usaha hilir pengolahan rumput laut, kesejahteraan petani pun merangkak naik. Setidaknya para ibu rumah tangga istri petani memiliki kegiatan produktif yang mampu menambah penghasilan keluarga. Sebagai gambaran, ibu-ibu yang mengolah rumput laut ini mendapat uang lelah Rp 35.000 per hari per orang.
Kehadiran usaha hilir rumput laut juga menambah lapangan pekerjaan bagi warga. Dulu, pilihan pekerjaan para perempuan hanya sebagai buruh penjemur rumput laut. Mereka harus berjibaku mengejar matahari, membolak-balik rumput laut agar cepat kering. Untuk menjemur sampai kering, upahnya Rp 5.000 per terpal (lantai jemur).
Ketika usia masih dua tahun, usaha hilir rumput laut di Desa Kupang masih butuh pengembangan sebab banyak kekurangan. Salah satunya kebutuhan terhadap terobosan pemasaran untuk memperluas segmen pasar produk yang dihasilkan. Hal ini tidak mudah mengingat latar belakang pendidikan mereka rendah, rerata lulusan sekolah dasar.
Rohmah juga hanya lulusan SD. Namun, karena kegigihannya berjuang memberdayakan perempuan di desanya, dia pun mendapat penghargaan Kartini Award dari Pemkab Sidoarjo. Menurut dia, selain sumber daya manusia, persoalan lain yang menjadi tantangan berat adalah infrastruktur. Desanya berada di muara Sungai Brantas dengan akses jalan yang belum beraspal.