JAKARTA, KOMPAS - Pemerintah pusat menegaskan tetap melarang alih muatan kapal di tengah laut (transshipment). Pabrik perikanan di Bitung diminta mengubah pola penyerapan agar memiliki kecukupan bahan baku sebab produksi ikan sesungguhnya berlimpah.
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Zulficar Mochtar, di Jakarta, Senin (17/12/2018), menyanggah terjadinya krisis bahan baku pabrik-pabrik perikanan di Bitung. Saat ini, pasokan ikan juga dinilai berlimpah di Bitung.
Ia menilai, terjadi perubahan pola pemasaran hasil tangkapan di Bitung, yakni nelayan hanya mau menjual ikan dengan pembayaran tunai. Pelaku usaha perlu aktif mencari bahan baku.
”Perusahaan yang butuh ikan harus lebih proaktif. Kalau lambat bergerak, mau ngutang, nelayan lebih memilih menjual ikan melalui Jakarta dan Pulau Jawa,” katanya.
Dari data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), produksi perikanan tangkap di Bitung per 9 Desember 2018 sebanyak 348 ton, yakni tuna, tongkol dan cakalang (TTC) 256 ton, sedangkan pada 10 Desember 2018 terdata produksi perikanan tangkap 160 ton, mencakup TTC 133 ton.
Zulficar menambahkan, pemerintah konsisten untuk melarang alih muatan kapal di tengah laut. ”(Transshipment) modus utama perikanan ilegal di Indonesia,” katanya.
Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, menyatakan, dari 7 unit pengolahan ikan (UPI) kaleng di Bitung hanya 1 yang tutup. Sementara itu, total unit pengolahan ikan terus bertambah dan kini mencapai 54 unit. Tahun 2018, sebanyak 6 UPI disertifikasi.
Sementara itu, Ketua Unit Pengolahan Ikan (UPI) Bitung Basmi Said menjelaskan, industri perikanan Bitung terus merosot selama empat tahun belakangan. Minimnya pasokan bahan baku menjadikan kehidupan enam pabrik yang masih beroperasi tidak maksimal. Tingkat utilitas pabrik di bawah 20 persen dari kapasitas terpasang.
Penurunan utilitas disebabkan minimnya pasokan bahan baku ke pabrik. Bahan baku didatangkan dari Manado, Gorontalo, dan Muara Baru di Jakarta. ” Kondisi pabrik tertekan dengan pasokan ikan. Pabrik tetap beroperasi dengan utilitas rendah,” katanya.
Kepala Balai Karantina Ikan, Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Manado M Hatta Arisandi mengatakan, saat ini enam dari tujuh pabrik ikan di Bitung masih melakukan kegiatan ekspor.
Pernyataan Arisandi berbeda dengan Wali Kota Bitung Max Lomban yang menyebut empat pabrik ikan ditutup akibat ketiadaan bahan baku (Kompas, 17/12).
Arisandi mengatakan, pihaknya memiliki catatan operasional data ikan dari enam pabrik, antara lain PT Delta, yang dilaporkan berhenti beroperasi pada Agustus lalu.
Dikatakan, PT Delta sempat mengalami masalah atas tindakan PHK ratusan karyawan. Pabrik ikan bermasalah RD Pasific selama tahun 2018 tidak pernah melakukan ekspor.
Tali-temali kehidupan industri perikanan Bitung cukup panjang. Bahan baku kurang akibat minimnya kapal ikan yang beroperasi. Ia mengaku sebagian kapal ikan beroperasi adalah kapal asing yang dilarang pemerintah. Kapal asing sudah diikat di laut.
Diungkapkan kapal ikan beroperasi di Bitung ukuran 30 GT hanya 21 unit, sedangkan puluhan kapal ikan perusahaan masih menunggu izin dari KKP di Jakarta. Produksi ikan di Manado dan Gorontalo cukup banyak menyusul beroperasinya 30 kapal ikan jenis pajeko di bawah 30 GT yang mendapat izin Gubernur Sulut. (ZAL/LKT)