MAGELANG, KOMPAS - Setiap hari terjadi sedikitnya enam kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Jawa Tengah. Khusus untuk anak, sebagian besar kasus yang terjadi adalah kekerasan seksual.
Hal itu diungkapkan Pelaksana Tugas Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Jawa Tengah Sri Winarna, Selasa (18/12/2018).
Winarna mengatakan, banyak korban dan keluarganya kini tidak lagi bisa menganggap kekerasan itu sebagai kejadian “biasa”. Saat ini, banyak orang pun menolak untuk menyelesaikannya secara kekeluargaan.
“Kebanyakan korban dan keluarganya kini lebih sering memilih menempuh jalur hukum dengan tujuan agar pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal,” ujar Winarna saat ditemui dalam acara peringatan Hari Ibu ke-90 Provinsi Jateng di Pendopo Pengabdian, Kota Magelang.
Pada tahun 2017, jumlah kasus kekerasan pada perempuan dan anak mencapai 2.400 kasus. Pada kasus yang menimpa perempuan, kekerasan yang terjadi adalah kekerasan dalam rumah tangga atau dalam masa pacaran. Adapun pelakunya adalah suami atau pacar.
Pada kasus yang terjadi, pelaku kekerasan adalah orang-orang terdekat di sekitarnya. Selain dari lingkup keluarga seperti ayah atau paman, beberapa kasus kekerasan juga dilaporkan dilakukan oleh guru di sekolahnya.
Winarna mengatakan, kini, kekerasan pada anak juga menimpa korban anak laki-laki. Kekerasan pada anak laki-laki tersebut cenderung meningkat pada waktu-waktu tertentu, biasanya dimulai pada Desember hingga Februari. “Entah dipicu oleh faktor apa, saya mengamati jumlah kasus kekerasan pada anak laki-laki cenderung mencolok pada tiga bulan tersebut,” ujarnya.
Kasus kekerasan tersebut, menurut Winarna, dipicu oleh berbagai faktor. Selain faktor ekonomi, penyebab kekerasan lainnya adalah budaya patriarki dan pengaruh internet.
Winarna mengatakan, kekerasan tanpa disadari juga sering dilakukan orangtua terhadap anak-anak. Bentuk tindak kekerasan yang sering dilakukan antara lain adalah bentakan, cubitan, atau jeweran di telinga anak. “Orangtua tidak sadar bahwa satu bentakan, satu cubitan, merusak miliaran sel yang ada di otak anak,” ujarnya.
Perilaku kekerasan, menurut dia, biasanya akan terekam dalam memori anak hingga dewasa dan akhirnya berulang dilakukan pada anak-anaknya kelak. Oleh karena itu, untuk menghentikan agar tindak kekerasan tidak terus menerus terjadi, orangtua pun diharapkan mampu menjaga sikap dan mengurangi berlaku keras pada anak-anaknya.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan, membangun ketahanan nasional dimulai dengan membangun ketahanan di rumah. Selain menjaga agar tidak terjadi kekerasan pada dirinya dan anak-anak, setiap ibu, perempuan di rumah, harus menjaga ketahanan tersebut.
Ketahanan itu dilakukan dengan memperhatikan dirinya, termasuk kesehatan reproduksinya. “Ibu harus sehat agar keluarganya pun sehat,” ujar Ganjar.