Intensitas guguran di Merapi saat ini masih tergolong rendah. Jelang erupsi tahun 2006, terjadi ratusan kali guguran dalam sehari.
YOGYAKARTA, KOMPAS Gunung Merapi di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah terus mengeluarkan guguran lava, beberapa hari terakhir. Namun, intensitas guguran itu jauh lebih rendah dibanding kondisi Merapi jelang erupsi tahun 2006. Masyarakat diminta tetap tenang.
Berdasarkan data Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), pada Selasa (18/12/2018) pukul 00.00-pukul 12.00 terjadi 15 kali guguran. ”Guguran hari ini pada pukul 00.00-pukul 06.00 sebanyak 10 kali dan pukul 06.00-pukul 12.00 sebanyak lima kali,” kata Kepala BPPTKG Hanik Humaida.
Aktivitas guguran di Merapi itu tak bisa dilepaskan dari pertumbuhan kubah lava sejak 11 Agustus 2018. Hingga 13 Desember 2018, volume kubah lava 359.000 meter kubik dengan laju pertumbuhan rata-rata 2.200 meter kubik per hari.
Sebagian besar guguran pada Selasa itu mengarah ke sisi barat laut atau masuk ke kawah di puncak Merapi. Guguran yang menuju ke dalam kawah itu tidak bisa diamati
Aktivitas vulkanik
Dari pemantauan BPPTKG, sebagian guguran itu mengarah ke sisi tenggara atau ke bukaan kawah yang menuju hulu Sungai Gendol di Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta. ”Arah guguran itu dominan ke barat laut, tetapi memang ada yang mengarah ke Kali Gendol,” ujar Hanik.
Jika cuaca cerah, guguran yang mengarah ke hulu Sungai Gendol bisa terlihat. Pada Selasa pukul 05.52, Kompas berhasil memotret guguran lava Merapi yang mengarah ke hulu Sungai Gendol. Peristiwa terlihat dari Bukit Klangon, Desa Glagaharjo, Kecamatan Cangkringan.
Beberapa saat kemudian, pukul 06.36, kamera pemantau di Posko Induk Balerante 907, Desa Balerante, Kecamatan Kemalang, Klaten, Jawa Tengah, merekam guguran lava itu. Posko Induk Balerante 907 merupakan posko pengamatan aktivitas Merapi yang didirikan sukarelawan dan masyarakat.
Data BPPTKG menunjukkan, peristiwa guguran mendominasi aktivitas vulkanik di Merapi. Jumlah gempa guguran jauh lebih banyak daripada gempa jenis lain di gunung api itu. Pada periode 23-29 November 2018, misalnya, tercatat 309 kali gempa guguran di Merapi, sedangkan gempa jenis lain
paling banyak 34 kali pada periode sama. Jumlah gempa guguran itu menurun menjadi 228 kali pada 30 November-6 Desember 2018, lalu naik lagi jadi 264 kali pada 7-13 Desember 2018. Meski begitu, kata Hanik, intensitas guguran di Merapi saat ini tergolong rendah. Menjelang erupsi tahun 2006, bisa ratusan kali guguran sehari.
Secara terpisah, Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X mengimbau masyarakat tidak panik melihat guguran lava di Merapi. Sesuai informasi BPPTKG, aktivitas itu sesuatu yang biasa. ”Jadi, kita tidak perlu menyikapi berlebih karena sudah akrab dengan Merapi. Tidak perlu kekhawatiran berlebihan,” ujar Sultan. (HRS)