Sebanyak 956 sekolah terkena gempa di Sulteng, meliputi 1.001 ruang kelas rusak berat serta 4.000 ruang kelas rusak sedang dan ringan. Kini, semua pihak aktif siapkan ruang kelas.
PALU, KOMPAS Pemerintah bersama donatur terus menyediakan sekolah semipermanen untuk kegiatan belajar mengajar sementara bagi penyintas anak-anak di Kota Palu, Kabupaten Sigi, dan Donggala, Sulawesi Tengah. Ditargetkan tahun depan sekolah semipermanen itu selesai dibangun.
Pada Selasa (18/12/2018), diresmikan ruang kelas untuk pendidikan anak usia dini dan taman kanak-kanak di kompleks hunian sementara Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu.
Ruang kelas berukuran 15 meter x 6 meter itu dilengkapi satu ruang guru dan kamar kecil. Ruang kelas berkonstruksi lantai beton, dinding papan lapis, dan seng untuk atap.
Sekolah dibangun oleh Yayasan Sayangi Tunas Cilik. Gedung PAUD dan TK sebelumnya berada di kawasan terdampak likuefaksi di Kelurahan Petobo. Kemarin, yayasan tersebut juga meresmikan dipakainya dua ruang kelas di SD Negeri Talise, Kecamatan Mantikulore, Kota Palu.
Data yang dihimpun Kompas menyebutkan, di Kota Palu, misalnya, sekitar 200 ruang kelas semipermanen telah dibangun untuk jenjang TK, sekolah dasar, dan sekolah menengah pertama.
Total ruang kelas rusak berat atau hilang 336 unit. Untuk ruang kelas rusak ringan dan sedang perbaikan masih dilakukan. Total sekolah yang terdampak gempa bumi, tsunami, dan likefaksi di Kota Palu 406 unit.
Ditjen Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah membangun 220 sekolah semipermanen di Palu, Sigi, dan Donggala.
Berdasarkan data Dinas Dikbud Sulteng, total 956 sekolah terdampak gempa bumi pada 28 September lalu yang meliputi 1.001 ruang kelas rusak berat serta 4.000 ruang kelas rusak sedang dan ringan.
Kepala Dinas Kota Palu Ansyar Setiadi mengatakan, masih banyak sekolah yang melangsungkan kegiatan belajar di tendatenda darurat. Pihaknya menargetkan pembangunan ruang kelas semipermanen selesai tahun 2019.
”Kami mendorong berbagai pihak untuk bersama bergandengan tangan membangun sekolah-sekolah semipermanen agar anak-anak bisa belajar dengan nyaman,” katanya.
Direktur Jenderal PAUD dan Pendidikan Masyarakat Kemdikbud Harris Iskandar memastikan pemerintah tak tinggal diam dalam membangun kembali dunia pendidikan di Sulteng.
”Pemerintah memprioritaskan pembangunan sekolah permanen setidaknya hingga tiga tahun ke depan. Pihak swasta dan lembaga swadaya masyarakat juga mengambil bagian,” ujarnya.
Direktur Operasional Program Yayasan Sayangi Tunas Cilik Rosianto Hamid menyatakan, secara keseluruhan yayasan menargetkan membangun 252 sekolah semipermanen di Kota Palu, Sigi, dan Donggala. Sejauh ini sudah 9 sekolah dibangun. Pembangunan 21 sekolah lain masih dilakukan.
Kurang pekerja
Rehabilitasi dan rekonstruksi rumah warga terdampak gempa di Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, terkendala kurangnya pekerja bangunan untuk membangun hunian tetap (huntap) model rumah instan, sederhana, sehat (Risha) serta terbatasnya suplei mur dan baut untuk merakit Risha. Akibatnya, penyelesaian menjadi lamban.
Kepala Bagian Humas Pemkab Lombok Barat Saeful Ahkam, Selasa, mengatakan, pekerja yang merakit panel Risha ditangani aplikatornya. ”Pemasangannya cukup satu dua orang untuk menyelesaikan satu unit Risha,” ujarnya.
Aplikator sudah melatih pekerja bangunan lokal untuk pemasangan panel Risha. Namun, karena jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan lebih sedikit ketimbang besarnya volume pekerjaan, pengerjaan tidak bisa tertangani oleh pekerja lokal sehingga harus mendatangkan pekerja dari luar Lombok Barat. Namun, tambahan pekerja itu belum menjawab kebutuhan yang diperlukan. (VDL/RUL)