PALEMBANG, KOMPAS - Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan akan membangun sentra industri kelapa terpadu. Industri di situ akan mengolah kelapa jadi sejumlah produk turunan. Hal itu diharapkan menyerap panen petani dan mengangkat harga kelapa.
Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan akan membangun sentra industri kelapa terpadu di Desa Teluk Payo, Kecamatan Muara Sungsang, Kabupaten Banyuasin. Sentra industri ini akan mengolah kelapa menjadi beberapa produk turunan. Tujuannya adalah meningkatkan penyerapan kelapa dalam negeri.
Menurut Kepala Dinas Perindustrian Provinsi Sumsel Ernila Rizar, Kamis (20/12/2018), rencana pendirian sentra industri kelapa terpadu di area perkebunan kelapa rakyat itu untuk merespons turunnya harga kelapa setahun terakhir.
”Pembangunan mulai dilakukan tahun lalu, tetapi tidak optimal karena masalah listrik. Kami menargetkan tahun depan dapat dilanjutkan dan dapat beroperasi secara penuh,” ucapnya.
Sentra industri ini akan menyerap 7 ton kelapa petani yang diolah menjadi sejumlah produk turunan. Salah satunya adalah pengolahan sabut kelapa. Pihaknya juga akan meningkatkan kapasitas industri kecil menengah pengolah kelapa.
”Sekarang industri kecil kelapa hanya menampung hasil 20 petani, mereka terkendala permodalan. Kami akan dorong agar dapat menampung lebih banyak kelapa petani,” kata Ernila. Skema lain yang akan ditawarkan adalah sistem plasma.
Perusahaan akan membina petani mitra di Kabupaten Banyuasin untuk menghasilkan kelapa sesuai kualitas ekspor. Dengan demikian, tidak banyak lagi kelapa petani di bawah kualitas ekspor.
Delapan bulan terakhir, harga kelapa terus merosot dari Rp 3.400 per kilogram menjadi Rp 1.200 per kilogram. Pada Oktober lalu, harga kelapa menjadi Rp 700 per kilogram.
Ketua Serikat Tani Nasional Sumatera Selatan Muhammad Asri memaparkan, ada beberapa penyebab harga kelapa turun. Salah satunya adalah turunnya permintaan pasar, terutama di Thailand. Kelapa juga dikirim ke China.
Penurunan permintaan akan berdampak besar. Dari 55.000 ton kelapa yang dihasilkan petani di Sumatera Selatan per tahun, sekitar 70 persen untuk ekspor. Sebanyak 42.000 ton dihasilkan Banyuasin. Sisanya dari Kabupaten Ogan Ilir dan Musi Banyuasin.
Tata niaga panjang
Di samping penurunan permintaan, kata Asri, merosotnya harga kelapa diduga karena ada permainan dari mafia kelapa, terutama di tingkat pedagang perantara. ”Di tingkat petani harga kelapa turun, tetapi sejumlah produk turunan kelapa harganya stabil,” ujarnya.
Selain itu, tata niaga kelapa yang terlampau panjang juga semakin menekan petani. ”Ada empat sampai lima pedagang perantara yang harus dilalui petani sebelum diekspor. Tentu banyak potongan harga yang diderita petani,” paparnya.
Petani tidak bisa berbuat banyak karena banyak dari mereka harus meminjam dana kepada para pedagang perantara untuk memenuhi biaya produksi sebelum panen tiba.
Menurut Asri, upaya pemerintah untuk membangun sentra industri kelapa sangat baik. Hanya saja, kapasitas yang akan diserap terlalu kecil dibandingkan dengan dengan jumlah produksi kelapa.
Untuk itu, perlu ada regulasi sehingga akan lebih banyak investor yang tertarik menanamkan modal di Sumsel. Selain itu, Asri berharap agar rantai tata niaga kelapa dipangkas dengan memberantas mafia perdagangan kelapa. (RAM)