SEMARANG, KOMPAS — Dalam upaya menggenjot pariwisata, Pemerintah Kota Semarang, Jawa Tengah, terus mengembangkan potensi daerah, termasuk kearifan lokal. Salah satunya dengan mengangkat jamu sebagai minuman tradisional yang perlu terus dilestarikan.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi mengatakan hal itu pada Pemilihan Ratu Jamu Gendong yang digelar PT Jamu Jago di Taman Indonesia Kaya, Semarang, Sabtu (22/12/2018). Selain menyehatkan, meminum jamu adalah bagian dari kebudayaan yang harus dipertahankan.
”Semua komponen masyarakat lain perlu meniru (mempertahankan jamu gendong) agar sama-sama melestarikan kearifan lokal yang kita miliki,” ujar Hendrar dalam sambutan yang dibacakan Pelaksana Tugas Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang Litani Satyawati.
Hendrar menambahkan, hal itu penting karena telah terjadi pergeseran pola dari mengonsumsi minuman tradisional ke minuman serba instan. Padahal, apabila dicermati, jamu atau minuman tradisional relatif lebih bermanfaat serta lebih aman ketimbang minuman modern.
Sebagai kearifan lokal, jamu juga akan diangkat dalam Festival Folklore 2019. Adapun Festival Folklore 2018, yang mengangkat kebudayaan tradisional dari sejumlah daerah di Indonesia, digelar di Desa Wisata Kandri, Semarang, Jumat-Minggu (14-16/12/2018) lalu.
”Saat ini, pemkot tengah menghidupkan potensi pariwisata, termasuk pengembangan Desa Wisata Kandri. Kami berharap tahun depan ada kolaborasi dengan Jamu Jago agar Festival Folklore 2019 berlangsung semakin meriah,” kata Hendrar.
Apresiasi
Kemarin, ajang dua tahunan Ratu Jamu Gendong digelar. Terdapat total 684 peserta yang dijaring dari tujuh kota audisi, yakni Jakarta, Bogor, Bandung, Cikampek, Cirebon, Solo, dan Semarang. Dari jumlah itu, terpilih 8 grand finalis (4 Ratu Jamu Gendong dan 4 Jamu Gendong Teladan).
Predikat Ratu Jamu Gendong 2018 diraih Suyati (34), peserta dari audisi Bekasi, Jawa Barat. Adapun juara Jamu Gendong Teladan 2018 adalah Suparni (36), peserta dari audisi Bandung. Keduanya diharapkan berperan melestarikan jamu, yang merupakan minuman khas Indonesia.
Direktur Utama PT Jamu Jago Ivana Suprana mengatakan, acara itu digelar dalam rangka mengapresiasi penjual jamu gendong. Mereka dianggap sebagai ujung tombak promosi perusahaan. Saat ini, Jamu Jago sudah berusia 100 tahun dan dikelola generasi keempat. Selain itu, acara ini juga bertepatan dengan Hari Ibu.
Menurut Ivana, seperti halnya batik, jamu juga perlu dukungan untuk dilestarikan. ”Kami ingin menghidupkan kembali jamu karena ini kebudayaan yang bernilai dan tak dimiliki negara lain. Jangan sampai nantinya jamu ini malah lebih dulu diakui negara lain, baru kita ramai,” ucapnya.
Suyati, yang sehari-hari berjualan jamu di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, berharap bisa terus memperkenalkan jamu kepada semua kalangan. ”Jamu sering dianggap kuno atau ndeso, tetapi saya ingin kenalkan bahwa jamu juga bisa dikombinasikan dengan rasa lain yang bisa membuat anak muda tertarik,” ujarnya.
Ivana menambahkan, pihaknya terus mengembangkan inovasi agar jamu dapat lestari serta dinikmati semua kalangan, termasuk generasi milenial. Dengan demikian, diharapkan jamu akan lestari dan manfaatnya bagi kesehatan dapat kian dirasakan masyarakat.