MEDAN, KOMPAS - Aktivitas Badan Pengelola Geopark Kaldera Toba belum optimal. Hal itu tidak didukung dengan anggaran yang memadai untuk pemberdayaan kawasan berbasis taman bumi (geopark). Bahkan, honor anggota badan itu selama tahun 2018 masih tertunggak.
Hal itu terungkap dalam rapat dengar pendapat antara Badan Pengelola Geopark Kaldera Toba (BPGKT), Dinas Pariwisata Sumut, Badan Pelaksana Otorita Danau Toba, dan Komisi B DPRD Sumut, di kantor DPRD Sumut, Medan, Jumat (21/12/2018).
General Manager BPGKT Hidayati mengakui, anggaran untuk pembangunan kawasan Danau Toba berbasis taman bumi sangat minim. Pada tahun 2018, lembaga itu hanya mendapatkan anggaran Rp 600 juta dari APBD Sumut. Di tengah minimnya anggaran itu, mereka mengajukan Taman Bumi Kaldera Toba menjadi anggota UNESCO Global Geopark (UGG).
Hidayati yang juga Kepala Dinas Pariwisata Sumut mengatakan, konsep pembangunan kawasan berbasis taman bumi sangat cocok di tengah tekanan kerusakan lingkungan hidup yang dihadapi Danau Toba.
Pembangunan itu mengedepankan konservasi, edukasi, dan pengembangan sosial ekonomi masyarakat. Pembangunannya memadukan unsur geologi, keanekaragaman hayati, dan budaya.
Minimnya anggaran menjadi salah satu kendala dalam pembangunan Taman Bumi Kaldera Toba. Sumber pembiayaan BPGKT juga hanya dari APBD Sumut. Hanya sebagian kecil dana didapat dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Menurut Hidayati, untuk tahun 2019, mereka mendapat anggaran yang lebih banyak, yakni Rp 3 miliar. Namun, anggaran ini juga masih minim untuk pembangunan kawasan.
Anggaran itu hanya untuk honor anggota, operasional empat pusat informasi taman bumi, papan informasi, dan pembangunan toilet umum. ”Jumlah itu masih jauh di bawah anggaran Taman Bumi Ciletuh sekitar Rp 248 miliar pada 2017. Pembiayaan dari Pemprov Jabar, Pemkab Sukabumi, BUMN, BUMD, dan kampus,” ujarnya.
Menurut Hidayati, di tengah keterbatasan anggaran, mereka terus memperjuangkan Taman Bumi Kaldera Toba menjadi anggota UNESCO. ”Status ini sangat penting untuk promosi pariwisata Toba ke dunia,” ujarnya.
Pemerhati Danau Toba, Wilmar Simanjorang, mengatakan, Taman Bumi Kaldera Toba pada tahun 2015 sudah pernah diajukan menjadi anggota UGG, tetapi belum diterima karena tidak memenuhi prinsip pembangunan berbasis taman bumi.
Kaldera Toba kembali diajukan pada November 2017. Tim penilai dari UNESCO sudah melakukan tinjauan lapangan ke Toba pada Agustus 2018. ”Kegagalan sebelumnya seharusnya menjadi pelajaran,” kata Wilmar.
Ada sejumlah rekomendasi dari UNESCO untuk membenahi Taman Bumi Kaldera Toba, yaitu konservasi lingkungan, pelibatan ekonomi masyarakat, pengoperasian pusat informasi, penyediaan air bersih, toilet bersih, papan informasi, dan toko suvenir lokal.
”Kita harus memperjuangkan pembangunan berbasis taman bumi. Hanya dengan model itu yang bisa menyelamatkan Danau Toba dari kerusakan lingkungan,” ujar Wilmar.
Wilmar yang juga Kepala Pusat Informasi Taman Bumi di Samosir mengungkapkan, 16 orang manajer geosite dan kepala pusat informasi di BPGKT belum pernah mendapat honor dan biaya operasional sejak dilantik pada Januari 2018. Pusat informasi juga belum beroperasi sepenuhnya karena tidak ada anggaran.
Anggota DPRD Sumut, Richard P Sidabutar, mengatakan, mereka sangat menyesalkan minimnya anggaran yang dikucurkan untuk pembangunan Taman Bumi Kaldera Toba. ”Ini menunjukkan Pemprov Sumut tidak punya perencanaan matang. Ada SK pembentukan BPGKT, tetapi tidak diikuti anggaran,” katanya.
Hingga kini, ada empat taman bumi di Indonesia anggota UGG, yaitu Taman Bumi Gunung Batur di Bali; Taman Bumi Gunung Sewu meliputi Yogyakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur; Taman Bumi Ciletuh, Jawa Barat; dan Taman Bumi Rinjani di Lombok, Nusa Tenggara Barat. (NSA)