JAKARTA, KOMPAS — Gelombang tsunami yang terjadi di sekitaran Selat Sunda tidak didahului gempa seperti tsunami karena aktivitas seismik sebelumnya yang menimpa Indonesia. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menduga bencana kali ini dipicu longsor vulkanik.
”Ini bisa jadi longsor vulkanik di Gunung Anak Krakatau. Longsor ini bisa menyebabkan tsunami, tetapi kalau akibat longsor dengan kondisi biasa mungkin juga kecil. Tetapi, karena posisi sekarang kondisinya gelombang tinggi, jadi sudah tinggi ditambah longsor dan jadi tambah besar tsunaminya,” demikian asumsi Kepala Bidang Migitasi Gempa dan Tsunami BMKG Tiar Prasetya.
BMKG berkoordinasi dengan Badan Geologi melaporkan bahwa pada pukul 21.03 Gunung Anak Krakatau erupsi kembali. Akibat dari erupsi ini, peralatan seismometer di dekat Gunung Anak Krakatau sempat rusak. Akan tetapi, rekaman seismik di Stasiun Seismik Sertung tidak menunjukkan adanya frekuensi yang mencurigakan.
Berdasarkan rekaman seismik dan laporan masyarakat kepada BMKG, peristiwa tsunami kali ini tidak disebabkan oleh aktivitas gempa bumi tektonik. Tetapi, dari sensor Cigeulis tercatat adanya aktivitas seismik dengan durasi sekitar 24 detik dengan frekuensi 8-16 Hz pada pukul 21.03.24.
Tiar menegaskan, untuk memastikan penyebab terjadinya tsunami di pantai sekitar Selat Sunda pada Sabtu, 22 Desember 2018, perlu penelitian. Pertama dengan melakukan survei lapangan untuk memastikan longsor itu memang terjadi. Setelahnya dilakukan pemodelan melalui teori-teori.
Sebelum terjadinya tsunami, BMKG mendeteksi dan memberikan peringatan dini gelombang tinggi pada 22 hingga 25 Desember pukul 07.00. Sementara pada pukul 09.00-11.00 terjadi hujan lebat dan angin kencang di perairan Anyer.
Tsunami yang terbentuk tidak tinggi seperti yang terjadi di Palu, akhir September 2018. Dari alat pencatat gelombang atau tide gauge (pendeteksi tsunami yang dipasang di perairan untuk mendeteksi adanya gelombang), gelombang tertinggi hanya 0,9 meter yang terjadi pada pukul 21.27 di Pantai Jambu, Desa Bulukan, Kecamatan Cinangka, Serang.
Selanjutnya pukul 21.33 tercatat gelombang setinggi 0,35 meter terjadi di Pelabuhan Ciwandan, Ciwandan.
Gelombang setinggi 0,36 meter tercatat di tide gauge Kota Agung, Lampung, pada pukul 21.35. Sementara tide gauge Pelabuhan Panjang pada pukul 21.53 tercatat gelombang dengan ketinggian 0,28 meter. Tetapi, tekanan yang berasal dari bawah hingga permukaan air membuat terjadinya tsunami yang dapat menghantam keras bangunan sekitar pantai. (SITA NURAZMI MAKHRUFAH)