Dari tahun ke tahun, perayaan Natal di Indonesia selalu dilakukan dengan spirit toleransi antarumat beragama yang majemuk. Pemberitaan perayaan Natal harian Kompas dari tahun ke tahun kerap ditulis dengan tema solidaritas sesama umat beragama di Tanah Air.
Seperti berita perayaan Natal Gabungan ABRI dan PNS se-Jayapura,
25 Desember 1996 malam, yang mengutip sambutan Panglima ABRI Jenderal Feisal Tanjung. Ia mengutarakan keanekaragaman agama di Indonesia justru menjadi kekayaan rohaniah untuk memperkokoh kehidupan nasional. Sebab itu, mutlak diperlukan toleransi atau kerukunan hidup antarumat beragama. ”Sejarah telah mengajar kepada kita, persatuan dan kesatuan bangsa merupakan modal utama perjuangan nasional,” katanya.
Di dalam kehidupan ABRI, keanekaragaman agama yang dipeluk tidak jauh berbeda dengan kehidupan rakyat. Oleh sebab itu, ABRI mengajak semua pihak untuk menempatkan loyalitas nasional atau kepentingan bangsa dan negara di atas segala-galanya (Kompas, Jumat, 27/12/1996, hlm 14).
Pada 15 tahun sebelumnya, pesan toleransi umat beragama sudah disuarakan Menteri Agama Alamsjah Ratu Prawiranegara pada perayaan Natal tahun 1981. Alamsjah mengatakan, semua warga wajib menjalankan toleransi beragama karena keyakinan pada suatu agama tidak boleh dipaksakan. ”Kebebasan memeluk agama merupakan salah satu wujud dari pelaksanaan hak-hak asasi manusia yang kita junjung tinggi. Pengertian toleransi beragama bagi kita adalah pengakuan adanya kebebasan setiap warga negara untuk memeluk suatu agama yang diyakini dan kebebasan untuk menjalankan ibadahnya,” ujar Alamsyah (Kompas, Senin, 14/12/1981, hlm 2).
Namun, semangat toleransi tersebut sempat tercederai oleh peristiwa peledakan bom di beberapa tempat pada malam Natal tahun 2000. Kerawanan pada malam Natal terasa menjadi sangat tinggi dibandingkan dengan kerawanan perayaan hari keagamaan lainnya. Namun, sesungguhnya, peristiwa bom di malam Natal tersebut justru semakin menumbuhkan semangat solidaritas umat beragama di Indonesia. Momentum Natal memperkuat toleransi antarumat beragama dan menjadi titik awal rekonsiliasi. Umat beragama di sejumlah daerah bahu-membahu memperlancar dan mengamankan ibadah Natal agar khidmat dan aman (Kamis, 26/12/2002, hlm 1).
Perayaan Natal telah menjadi momentum bagi umat beragama di Indonesia untuk meningkatkan rasa kebersamaannya. Sebab, semangat kebersamaan sangat dibutuhkan bangsa Indonesia untuk menyelesaikan masalah bangsa pada saat ini, yakni kemiskinan dan kebodohan yang masih menjerat sebagian rakyat Indonesia.