BANDA ACEH, KOMPAS - Setelah 14 tahun bencana gempa dan tsunami melanda Provinsi Aceh, upaya mitigasi masih lemah. Oleh sebab itu, diperlukan payung hukum berupa qanun/perda untuk membangun gerakan mitigasi yang sistematis. Para pihak sepakat pada 2019 Qanun Pendidikan Kebencanaan Aceh disahkan.
Para pihak menilai qanun pendidikan kebencanaan mendesak untuk dibahas. Pasalnya, qanun ini mengatur sistem pendidikan bencana di lembaga pendidikan, penganggaran, mengatur kewajiban antarlembaga pemerintah, dan swasta. Dengan adanya qanun ini gerakan mitigasi akan lebih terencana.
Ketua Penyusunan Draf Qanun Pendidikan Kebencanaan dari Universitas Syiah Kuala Yanis Rinaldi, Selasa (25/12/2018), mengatakan, draf qanun telah diserahkan kepada Pemprov Aceh selanjutnya pemerintah akan mengusulkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA).
“Kami berharap 2019 rancangan qanun itu dibahas dan disahkan, karena ini menjadi landasan hukum penerapan pendidikan kebencanaan di sekolah,” kata Yanis.
Yanis menambahkan, pendidikan kebencanaan diterapkan di sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Pelajaran kebencanaan dapat dimasukkan dalam kurikulum muatan lokal atau disisipkan dalam mata pelajaran lain. Sekolah juga diharuskan memiliki standar prosedur evakuasi bencana, sarana prasana mitigasi, dan membuat simulasi berkala.
Yanis mengatakan, pendidikan menjadi jalan terbaik untuk melahirkan generasi yang sadar bencana. “Tingkat pengetahuan seseorang terhadap bencana sangat menentukan tingkat keselamatan,” kata Yanis. Ketidaktahuan warga Aceh terhadap tsunami membuat banyak jatuh korban
Setelah 14 tahun bencana itu berlalu, kesadaran warga terutama yang berada di zona rawan tsunami mulai tumbuh. Namun, kata Yanis, jika dipersentase hanya 50 persen yang mulai sadar bencana. Kondisi ini menunjukkan mitigasi bencana di Aceh masih rapuh.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Aceh Teuku Ahmad Dadek mengatakan, rancangan qanun pendidikan kebencanaan Aceh akan diusulkan pada awal 2019 dan diharapkan dapat disahkan pada tahun itu juga. “Qanun ini akan masuk dalam Prolegda (program legislasi prioritas daerah) 2019, saya optimis semua pihak mendukung,” kata Dadek.
Dadek menambahkan, tidak ada satu daerah pun di Aceh yang bebas dari ancaman bencana. Bahkan, sebanyak 50 persen sekolah di provinsi berada dalam zona rawan bencana baik tsunami maupun banjir. Oleh sebab itu, kata Dadek pendidikan kebencanaan sangat dibutuhkan. “Selain pendidikan kebencanaan bagi siswa, sekolah juga harus memiliki sarana prasarana mendukung mitigasi,” ujar Dadek.
Aceh telah kehilangan momentum tidak berhasil menghalau pembangunan di daerah rawan tsunami. Bahkan kini daerah bekas tsunami kembali ramai dihuni. Satu-satu cara yang bisa dilakukan untuk mitigasi membangun infrastruktur yang memadai dan membangun kesadaran warga.
“Kesadaran warga masih kurang, saat diadakan simulasi tidak banyak warga terlibat,” kata Dadek. Untuk menumbuhkan kesadaran warga, dibentuk desa tangguh bencana. Di Banda Aceh, desa tangguh bencana baru lima desa. Desa tangguh bencana memiliki manajemen penanggulangan bencana tingkat desa.
Wakil Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat Aceh Bardan Sahidi mengatakan, pihaknya sepakat memasukkan rancangan qanun pendidikan kebencanaan dalam Prolegda 2019. Kata Bardan, qanun itu sangat dibutuhkan. ”Qanun ini menjadi payung hukum untuk mengalokasi anggaran. Selama ini anggaran untuk kebencanaan sangat minim. Padahal, Aceh berada di daerah paling rawan bencana,” kata Bardan.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.