Menanam Kecintaan pada Pertanian
Untuk menanamkan kecintaan pada pertanian sejak dini, warga Kampung Gagot, Banjarnegara, menginisiasi eduwisata agro. Dengan melibatkan para petani setempat, pengunjung anak-anak diajak mengenal hewan ternak, ikan, menanam sayur dengan ”polybag”, dan melihat pembuatan pupuk kompos.
Puluhan anak TK berlarian dan berteriak kegirangan di dalam kandang kelinci. Mereka penasaran ingin mendekat, tetapi terkadang menghindar dari loncatan kelinci yang menghampiri.
Rabu (21/11/2018), anak-anak TK dari Mutiara Hati Purwareja Klampok antusias bermain dan belajar bersama pendamping Eduwisata Agro Kampung Gagot, Desa Kutawuluh, Kecamatan Purwanegara, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah.
Di kandang kelinci, mereka membawa seikat kangkung untuk memberi makan kelinci. Mereka juga menyentuh bahkan belajar menggendong kelinci. Caranya, satu tangan memegang kedua telinga lalu tangan lainnya menyangga bagian pantat kelinci.
Di kandang lain, puluhan anak mengambil rumput dan dedaunan sisa tanaman jagung. Pakan itu diarahkan ke moncong-moncong kambing yang mengembik. Di balik kandang kambing dan kelinci, sebagian anak antusias melihat bebek berwarna coklat asyik berenang.
Tidak sekadar melihat dan memberi makan ternak, anakanak usia 5 tahun sampai 6 tahun itu juga diajak menanam bibit cabai dan terung dalam polybag. Mereka duduk mengelilingi gundukan tanah yang dicampur kompos. Dengan tangan, mereka mengambil tanah dan memasukkan ke dalam polybag.
Setelah penuh, mereka diajari melepaskan plastik pembungkus akar dan menancapkan ke tanah di polybag. ”Ini punyaku sudah ditanam,” kata Fakih (6), murid TK Islam Terpadu Mutiara Hati, sambil mengangkat polybag untuk ditata di sisi lain.
Fakih mengaku senang berinteraksi langsung dengan hewan ternak. Ini merupakan pengalaman pertama memberi makan ternak dan menanam bibit tanaman di polybag.
Setelah selesai menanam di polybag, anak-anak diajak melihat pembuatan pupuk kompos di area ”pabrik kompos”. Mereka mengamati pupuk kompos berwarna hitam, tidak berbau, dan menyerupai tanah.
Pemandu memberi penjelasan bahwa pupuk itu berasal dari kotoran sapi yang dicampur dengan rajangan dedaunan dan ditambah bakteri pengurai.
Anak-anak pun berebut menyentuh pupuk kompos, sambil berujar, ”Iya, tidak bau, lho.” Selanjutnya, mereka dikenalkan dengan hama tanaman lewat cara yang menarik. Ada tiga buah papan target untuk panahan. Pada ketiga papan ditempelkan gambar hama tanaman, seperti belalang, ulat, dan babi hutan.
Dengan mainan panahan, mereka membidik target hama tanaman. Pengenalan terhadap perikanan juga diberikan, antara lain lewat tiga kolam bioflok berisi ikan lele dan kolam kecehan (main air) berukuran 2 meter x 3 meter berisi ikan hias warna-warni. Anak-anak riang gembira mengejar ikan untuk ditangkap dan dimasukkan ke ember.
Pengalaman langsung
Retno Setyo Rahayu, guru TK Mutiara Hati, mengatakan, ada 96 anak yang ikut dalam kegiatan ke Kampung Gagot. ”Tujuannya supaya anak-anak mengenal kegiatan menanam dan beternak. Diharapkan anak-anak memiliki pengalaman bersentuhan dengan hewan agar tidak takut dan tidak jijik,” tuturnya.
Pengelola Eduwisata Agro Kampung Gagot, Amruloh (36), mengatakan, lokasi eduwisata pertanian terpadu, yakni pertanian, peternakan, dan perikanan, dibuka Desember 2017. Eduwisata itu melibatkan 10 keluarga yang memiliki ternak di halamannya.
”Kami membuat eduwisata agro karena prihatin kurangnya sumber daya manusia di bidang pertanian. Para petani sudah sepuh (tua), usianya sekitar 50 tahun,” ujar Amruloh.
Menurut petani setempat tersebut, saat ini sulit mencari tenaga muda untuk bekerja di bidang pertanian. ”Cari tenaga kerja pertanian susah, sementara kebutuhan pangan terus meningkat.
Melalui eduwisata pertanian ini, kami menanamkan kecintaan pada pertanian sejak anak-anak,” katanya.
Untuk berkunjung dan mengalami semua sesi pertanian terpadu dipungut biaya Rp 25.000 per anak. Hasil menanam di polybag dapat dibawa pulang. Jika mau ditambah makan siang, tarifnya Rp 45.000 per orang.
Berjejaring
Selain melayani kunjungan dari sekolah-sekolah, kampung ini juga melayani pelatihan sehari bagi orang dewasa, misalnya tentang budidaya durian atau budidaya ikan koi.
”Kami berjejaring dengan komunitas Warung Tani Indonesia. Jika ada yang memerlukan pelatihan khusus bidang tertentu, kami mengontak rekan-rekan di Warung Tani Indonesia. Tempat ini jadi semacam pintu gerbang untuk berlatih pertanian,” papar Amrulloh.
Sejak dibuka, jumlah kunjungan ke tempat ini berkisar 800-1.000 orang per bulan, baik dari wilayah Banjarnegara maupun luar Kabupaten Banjarnegara, seperti Wonosobo, Purwokerto, dan Tegal. Uang yang masuk berkisar Rp 10 juta - Rp 15 juta per bulan. Uang digunakan untuk operasional layanan pelatihan dan bagi hasil untuk petani dan pemilik ternak.
”Mudah-mudahan 10 tahun ke depan ada anak yang bercita-cita menjadi petani. Konsep yang kami tawarkan adalah bertani asyik dan ceria,” katanya.
Di Eduwisata Agro Kampung Gagot terdapat 3 sapi, 20 kelinci, 20 kambing dan domba, serta sejumlah kolam bioflok. Sunardi, pemilik kandang kelinci dan kambing, mengatakan, setiap bulan dia mendapat pemasukan dari eduwisata rata-rata Rp 500.000. ”Uang didapat dari menjual pakan untuk ternak. Lumayan buat tambahan,” kata Sunardi.
Kepala Desa Kutawuluh, Nasirun Edi Purnawan, mengatakan, desanya dihuni 1.100 keluarga dengan total 3.190 penduduk. Sebanyak 60 persen warganya adalah petani.
Hasil bumi desa itu, antara lain sayur-mayur, mulai dari kacang panjang, terung, hingga cabai. ”Ke depan desa akan membentuk BUMDes untuk mendukung eduwisata agro ini,” katanya.
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Banjarnegara Dwi Suryanto mengapresiasi inisiatif warga dan pemuda desa untuk membuka eduwisata tersebut. Pihaknya mendorong agar desa itu menjadi desa wisata dan meningkatkan akses jalan serta fasilitas umum yang diperlukan.
”Ke depan, perlu disiapkan homestay yang layak dan bersih agar pengunjung dapat tinggal dan belajar pertanian di sini dengan baik,” ujar Dwi.
Semangat dan keceriaan anak-anak saat berinteraksi dengan ternak dan tanaman menyalakan harapan akan keberlanjutan pertanian di sana. Seperti yang tertulis pada salah satu dinding ruang pertemuan di desa itu, diharapkan tumbuh semangat dan keinginan bahkan tekad dalam diri generasi muda, yakni ”Aku Bangga Jadi Petani”.