BALIKPAPAN, KOMPAS — Inspeksi mendadak terkait elpiji subsidi di Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, sejak September 2018 setidaknya berbuah hasil sitaan 150 tabung. Dengan kata lain, bisa diselamatkan 150 tabung elpiji per hari, yang merupakan hak masyarakat miskin dan usaha skala mikro.
Hal itu disampaikan Ahmad Ubaidillah Maksum, Sales Eksekutif Elpiji Pertamina Marketing Operation Region VI, Rabu (26/12/2018). Timnya bersama Disperindagkop Balikpapan sejak September lalu melakukan inspeksi mendadak sejumlah titik, baik restoran maupun pengecer.
”Total 12 titik yang ada elpiji subsidi. Kami menyita 150 tabung elpiji subsidi (ukuran 3 kilogram) dan menukarnya dengan tabung nonsubsidi. Ini tidak termasuk sejumlah titik, seperti warung makan dan tempat usaha yang kami datangi, tetapi tidak ada elpiji subsidi,” ujar Ahmad.
Senin (24/12/2018), timnya mendatangi sebuah tempat usaha makanan di kawasan Manggar, Balikpapan Timur. Ahmad mendapat informasi bahwa usaha makanan yang skalanya sudah cukup besar ini masih menggunakan elpiji subsidi. Namun, ternyata tidak ada tabung elpiji subsidi di sana.
”Di dapur, kami menemukan tabung-tabung elpijinya sudah elpiji nonsubsidi. Masih baru kondisi tabung-tabungnya. Ada kemungkinan pengusaha belum lama mengganti tabung elpiji subsidinya. Atau mungkin merasa akan didatangi tim, maka tabung diganti,” ujarnya.
Ahmad belum puas dengan hasil sitaan 150 tabung ini. Timnya masih terus bergerak, mengecek berdasarkan informasi-informasi yang masuk, terkait ketidaktepatan penggunaan elpiji subsidi. Meski demikian, Ahmad menyebut hal terpenting adalah dampak psikologisnya.
Mereka yang masih memakai elpiji subsidi, padahal tidak berhak, sudah tahu timnya bergerak. Masyarakat juga diharapkan melapor jika mengetahui hal-hal seperti itu. Cepat atau lambat, menurut dia, pasti ketahuan.
”Elpiji subsidi bukan hak mereka yang kuat membeli elpiji nonsubsidi. Sitaan 150 tabung elpiji ini sedikit, tetapi ini menyelamatkan 150 tabung elpiji per hari yang dialokasikan untuk mereka yang berhak,” ujar Ahmad.
Penyaluran elpiji (LPG) subsidi telah diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 104 tahun 2017 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Penetapan Harga LPG tabung 3 kg. Pada Pasal 3 tercantum bahwa LPG subsidi terbatas penggunaannya untuk rumah tangga miskin dan usaha mikro.
Terkait pembatasan penggunaan untuk kalangan usaha, Dirjen Migas juga sudah membatasi bahwa usaha restoran, peternakan, pertanian, usaha binatu, jasa las, dan usaha tani tembakau dilarang memakai elpiji 3 kg.
”Hanya pangkalan yang boleh jual elpiji subsidi. Pengecer atau toko tidak boleh menjual. Sementara untuk usaha, elpiji subsidi hanya boleh bagi usaha skala mikro atau UMKM, beromzet tidak lebih Rp 800.000 per hari, dan hanya untuk keperluan memasak,” kata Ahmad.
Pemerhati sosial Chita Wijaya menyayangkan ketidaktepatan elpiji subsidi sebab sebagian tabung dipakai pihak-pihak yang uangnya cukup untuk membeli tabung nonsubsidi. Pihak-pihak itu dari kalangan rumah tangga, warung makan skala sedang, hingga UKM beromzet besar.
Menurut Chita, masalah sebenarnya sejak awal ketika tabung elpiji subsidi didistribusikan tanpa pemantauan ketat. Elpiji subsidi akhirnya cukup mudah didapat masyarakat, yang bisa membeli di toko-toko (pengecer). Kondisi ini terlalu lama dibiarkan. Akhirnya, Pertamina dan pemkot yang kerepotan melakukan sidak.
Meski demikian, mau tidak mau, sidak harus dijalankan. Sanksi yang didapat pihak-pihak yang seharusnya tidak memakai elpiji subsidi adalah elpijinya ditukar dengan elpiji nonsubsidi. Sanksi ini, menurut Chita, kurang tegas dan kurang menimbulkan efek jera.