Ciayu Majakuning Diprediksi Jadi Destinasi Wisata Teramai di Jabar
KUNINGAN, KOMPAS — Destinasi wisata di wilayah Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan (Ciayu Majakuning) diperkirakan bakal menjadi kawasan teramai di Jawa Barat. Perkiraan itu muncul melihat antusiasme wisatawan dari luar daerah masuk ke Cirebon pada musim liburan Natal dan Tahun Baru, setidaknya sejak 21 Desember 2018.
Demikin rangkuman wawancara terpisah dengan Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia, Ciayu Majakuning, Andri Hermawan; Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Cirebon Imam Reza Hakiki; dan Sultan Kasepuhan Cirebon Pangeran Raja Adipati (PRA) Arief Natadiningkrat, pekan ini.
Data yang dihimpun Kompas menunjukkan, sebagian besar wisatawan yang berkunjung ke Ciayu Majakuning lewat Cirebon masih lebih suka menggunakan mobil atau bus.
Jumlah kendaraan dari Tol Cipali yang keluar pintu gerbang Tol Palimanan, Cirebon, pada Jumat (21/12/2018), sebanyak 42.965. Sementara, pada Sabtu (22/12/2018), seperti disampaikan General Manager Operasional Tol Cipali Suyitno, Senin (24/12/2018), bertambah menjadi 56.003 kendaraan. Hari berikutnya sudah turun menjadi 40.955 kendaraan.
Jumlah penumpang kereta api datang dan pergi di Cirebon pada Jumat (21/12/2018) sebanyak 7.059 orang, sedangkan pada Sabtu (22/12/2018), seperti disampaikan Kuswardoyo dari Humas PT KAI Daop III, Senin (24/12/2018), sebanyak 7.263 penumpang.
Hari berikutnya, jumlah penumpang kereta yang datang dan pergi sudah menurun. Meski demikian, angkanya masih bertahan di tingkat 7000-an penumpang sampai Rabu (26/12/2018).
Jumlah penumpang pesawat terbang yang datang dan pergi dari Bandara Kertajati (Bandara Internasional Jawa Barat/BIJB), Majalengka, seperti disampaikan Deputy General Manager BIJB Samsul Arifin, baru mencapai angka 2.362 penumpang terhitung sejak 21 sampai 26 Desember 2018.
”Kalau total penumpang datang dan pergi di 15 bandara yang dikelola Angkasa Pura II mencapai 2.139.623 orang pada masa tersebut,” ujar Samsul.
Imam mengakui, capaian wisatawan yang datang ke Ciayu Majakuning, terutama Cirebon saat ini, adalah yang tertinggi yang pernah terjadi pada musim libur Natal dan Tahun Baru.
”Saat ini tingkat hunian di seluruh hotel berbintang anggota PHRI Cirebon sudah mencapai 90 persen. Saya perkirakan, tingkat hunian di hotel kelas melati sampai kelas bintang di Cirebon yang mencapai 100 hotel sudah mencapai 90 persen, dan ini belum pernah terjadi sebelumnya,” ungkap Imam.
Menurut dia, bagi pengelola hotel, liburan Natal dan Tahun Baru menjadi kesempatan mereka mendulang pendapatan tertinggi. ”Bagi dunia perhotelan, musim libur Lebaran masih kalah ramai dari musim libur Natal dan Tahun Baru,” kata Imam.
Pilihan tepat
Baik Imam maupun Andri mengatakan, kebijakan Gubernur Jabar Ridwan Kamil membangun ekonomi Ciayu Majakuning yang berbasis pariwisata sudah tepat.
”Beliau ingin agar lokomotif pembangunan di Jawa Barat berbasis industri wisata dengan dukungan BIJB Kertajati. Kebijakan ini sudah tepat mengingat Ciayu Majakuning memiliki potensi wisata alam, budaya, sejarah, dan petualangan yang sangat kaya,” ucap Andri.
Ia mengusulkan agar dibuat Badan Promosi Pariwisata Daerah Ciayu Majakuning yang dibiayai lima wilayah kabupaten dan kota. ”Perlu komitmen dan pembiayaan biar kita bisa memasarkan wilayah Ciayu Majakuning sampai ke luar negeri,” kata Andri.
Badan promosi ini, lanjut Andri, juga bertugas mengumpulkan data kunjungan dan mengevaluasi perkembangan destinasi wisata di Ciayu Majakuning.
”Destinasi wisata di Ciayu Majakuning berbeda dengan destinasi wisata di Bali yang pintu masuk dan keluarnya tak banyak. Di Ciayu Majakuning banyak pintu masuk dan keluarnya. Oleh karena itu, Ciayu Majakuning perlu pencatatan wisata yang lebih banyak,” ucap Andri.
Ia mengusulkan agar industri wisata di Majalengka lebih fokus pada wisata petualangan dan wisata alam. Wisata di Indramayu lebih ke wisata budaya dan bahari, sedangkan Kabupaten dan Kota Cirebon lebih sebagai destinasi wisata belanja, religi, kuliner, leisure, dan sejarah.
”Industri wisata di Kuningan lebih cocok jika dikembangkan untuk wisata sejarah, alam, budaya, dan leisure,” ucap Andri.
Menurut dia, pengembangan wisata di Ciayu Majakuning harus instagramable untuk menarik pasar milenial.
”Akses ketersediaan jalan, area parkir, taman, penginapan, dan restoran harus memadai,” kata Andri lagi.
Imam menambahkan, langkah Ridwan Kamil mengalokasikan dana di Ciayu Majakuning untuk pembangunan areal parkir di alun-alun, melebarkan dan memperindah trotoar, serta membuat taman sudah tepat untuk meningkatkan pariwisata.
”Benar kata beliau, wisatawan kita lebih butuh selfian dan cari angin, kok. Kalau dengan menyelenggarakan tontonan untuk mendatangkan wisatawan, kurang efektif. Selain itu, biaya izinnya mahal, bisa sampai Rp 500 juta,” ungkapnya.
Menurut dia, pengembangan wisata di Ciayu Majakuning sangat tergantung biaya izin usaha pemerintah daerah setempat.
”Kalau biaya izin membuka hotelnya mahal dan rumit, ya, pengusahanya lari. Kalau warganya alergi dengan kehadiran hotel dan cenderung ’menyandera’ pengelola hotel, ya, pengusahanya jadi malas ke sana,” tuturnya.
Hal ini belum dikaitkan dengan sarana dan prasarana kota seperti kondisi jalan, taman, trotoar, dan ruang publik lainnya yang nyaman.
”Kalau pemerintah setempat membiarkan para pedagang kaki lima mengokupasi bahu jalan dan trotoar sehingga mengganggu kenyamanan wisatawan yang berjalan kaki, ya, wisatawan jadi enggak kerasan. Usaha memperpanjang waktu kunjungan wisatawan bakal sia-sia,” ujar Imam.
Pada bagian lain Arief mengingatkan agar pemerintah setempat konsisten merawat kota tetap nyaman dan ramah. ”Pemerintah daerah harus berani melakukan penegakan hukum di jalanan dan rajin menyosialisasikan soal kebersihan dan ketertiiban lingkungan,” katanya.
Ia berharap melonjaknya wisatawan yang berkunjung ke Ciayu Majakuning, khususnya Cirebon, bisa memacu kerja sama pengembangan wisata di Ciayu Majakuning seperti diusulkan Andri.
”Selain secara internal tiap-tiap daerah berbenah, harus dibuat jaringan kerja sama pengembangan wisata di Ciayu Majakuning,” ujar Arief.