PANDEGLANG, KOMPAS – Sejumlah warga Kabupaten Pandeglang, Banten yang mengungsi setelah terjadinya tsunami mengeluh kedinginan mulai malam hingga menjelang pagi. Daya tahan para pengungsi pun menurun sehingga mereka mulai terserang penyakit.
Suparti (33), warga Desa Sukarame, Kecamatan Carita, Kabupaten Pandeglang, Kamis (27/12/2018), mengeluh sakit tenggorokan dan pilek. Dia merasakan keluhan itu sejak Selasa (25/12/2018). Anak Suparti, Ziah Husna (6) juga terserang batuk dan sakit gigi.
“Baru hari ini, anak saya sakit. Kelihatannya gigi Ziah bolong. Kalau selesai makan, Ziah mengeluh giginya sakit,” katanya. Suparti sudah datang ke pos kesehatan di Desa Sukarame dua kali dan mendapatkan obat. Dokter juga memberikan obat batuk untuk Ziah yang dahaknya sudah kental.
Suparti mengatakan, banyak pengungsi lain yang sakit. Mereka mengeluh sakit kepala, masuk angin, darah tinggi, asma, sakit perut, dan demam. “Tiap hari terasa tidak enak. Kalau malam, dingin. Sekarang juga sering hujan. Kami tinggal di tenda yang tak tertutup rapat,” ujarnya.
Suparti yang datang ke pengungsian dua hari setelah tsunami terjadi mengatakan, para pengungsi tidur di karpet dengan selimut tipis sehingga masih kedinginan. “Saya berharap mendapatkan selimut tebal dan tendanya bisa tertutup rapat,” ujarnya.
Wati Safitri (22), warga Desa Tanjungjaya, Kecamatan Panimbang, Kabupaten Pandeglang, mengatakan, dia sakit diare sejak Kamis ini. “Saya beli obat diare di warung saja. Sepertinya, saya terlalu banyak mengonsumsi makanan pedas,” katanya.
Wati mengatakan, dia tidur di tikar. Meski selimut tersedia, hawa sangat dingin pada malam hari dan hujan turun hampir setiap hari sehingga dia mudah letih. “Tidur kurang nyenyak. Para pengungsi juga menyampaikan berbagai keluhan seperti demam, pilek, dan batuk,” ucapnya.