SEMARANG, KOMPAS Hamparan sawah dengan luas sekitar 50 hektar di Kelurahan Tambangan, Kecamatan Mijen, Kota Semarang, Jawa Tengah, dimanfaatkan menjadi obyek wisata. Warga setempat diharapkan dapat mengelola potensi wisata alam tersebut secara berkelanjutan.
Obyek wisata bernama Kampung Wisata Sawah dan Burung Hantu itu berjarak sekitar 20 kilometer (km) dari pusat kota Semarang. Dari gardu pandang yang terbuat dari susunan bambu, pengunjung dapat menikmati pemandangan dan berswafoto dengan latar Gunung Ungaran. Pengunjung pun dapat melihat aktivitas pertanian.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi, saat peresmian Kampung Wisata Sawah dan Burung Hantu di Tambangan, Kota Semarang, Minggu (30/12/2018), mengatakan, obyek wisata itu dibuat warga untuk menangkap peluang dengan memanfaatkan potensi wisata alam.
Obyek wisata itu bagian dari upaya terus memajukan pariwisata di Kota Semarang. ”Kini, Semarang jadi salah satu kota yang banyak dicari netizen (warganet) di internet. Dengan basis perdagangan jasa dan fokus pada sektor pariwisata, kami berada di jalur yang tepat,” ujarnya.
Hendrar mengingatkan kepada pengelola bahwa kesan pertama menjadi hal penting bagi para pengunjung. Karena itu, di Kampung Wisata Sawah, ke depan perlu diperhatikan kerapian, kebersihan, serta agenda wisata, seperti atraksi-atraksi yang menarik minat pengunjung.
Hendrar berharap, ke depan, pengelolaan di Kampung Wisata Sawah di Tambangan bisa seperti Ubud, Bali. ”Di Ubud, dengan menawarkan keindahan alam seperti sawah, juga makanan khas lokal, wisatawan asing mau membayar mahal. Seperti itu yang diharapkan,” ujarnya.
Hendrar berjanji berupaya menggalang dukungan dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), termasuk dari perbankan, untuk mengembangkan obyek wisata tersebut. Media sosial juga menjadi medium untuk menyebarluaskan daya tarik di Kampung Wisata Sawah.
Lurah Tambangan Marsudiyana menuturkan, total luas wilayahnya adalah 300 hektar dan 50 hektar di antaranya merupakan areal persawahan. Pemanfaatan hamparan sawah diharapkan menjadi alternatif wisata di Kota Semarang, yang sejatinya merupakan daerah perkotaan.
Apalagi, lanjut Marsudiyana, burung hantu menjadi daya tarik tersendiri di wilayahnya karena merupakan predator alamiah hama di persawahan. ”Memang hanya terlihat pada malam hari, tetapi kami harap, ke depan, budi daya burung hantu menjadi daya tarik bagi pengunjung,” ucapnya.
Ia menyadari, mengembangkan daerah wisata tidak bisa instan. Karena itu, pihaknya pun mendorong warga, termasuk pengelola, agar mampu mengemas obyek wisata secara berkelanjutan. ”Jadi, bukan sekadar obyek wisata yang bertujuan menghasilkan uang secepat mungkin,” kata Marsudiyana.
Tokoh masyarakat di Kelurahan Tambangan, Sutarto, menuturkan, pengemasan Kampung Wisata Sawah tidak menghilangkan nilai kearifan lokal. ”Wisatawan bahkan bisa melihat dan merasakan langsung bercocok tanam. Membajak sawah dengan kerbau. Ibu-ibu bisa membuat jajanan pasar,” katanya.
Taufiq (42), warga Kelurahan Jatisari, Mijen, menuturkan, obyek wisata ini menjadi alternatif, khususnya bagi warga Semarang yang tinggal di daerah selatan. ”Tidak perlu ke kota pun kita bisa berwisata. Tempat ini bagus untuk berfoto,” katanya. (DIT)