YOGYAKARTA, KOMPAS - Pembangunan hotel itu untuk mengantisipasi lonjakan jumlah wisatawan setelah pengoperasian bandar udara baru di Kulon Progo.
Setelah moratorium pembangunan hotel selama lima tahun, Pemerintah Kota Yogyakarta akhirnya mengizinkan pendirian hotel baru pada tahun ini. Izin yang diberikan terbatas untuk hotel bintang 4 dan 5 guna mengantisipasi peningkatan jumlah wisatawan setelah beroperasinya bandara baru di Kabupaten Kulon Progo.
”Setelah berdiskusi panjang dengan pemangku kepentingan, kami membuka izin pembangunan hotel baru, tetapi sangat terbatas,” kata Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi dalam konferensi pers, Rabu (2/1/2019), di Yogyakarta.
Moratorium atau penghentian sementara pembangunan hotel baru di Yogyakarta diberlakukan 1 Januari 2014 melalui Peraturan Wali Kota (Perwali) Yogyakarta Nomor 77 Tahun 2013 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel.
Perwali itu mengatur penghentian sementara penerbitan izin mendirikan bangunan (IMB) semua jenis hotel sejak 1 Januari 2014 sampai 31 Desember 2016.
Moratorium itu diperpanjang dua kali sehingga moratorium penerbitan IMB hotel di Yogyakarta berlaku hingga 31 Desember 2018. Setelah moratorium selesai, terbit aturan baru, yakni Perwali Yogyakarta No 85/2018 tentang Pengendalian Pembangunan Hotel.
Perwali yang ditandatangani Wali Kota Yogyakarta Haryadi Suyuti pada Senin (31/12/2018) itu mengatur penghentian penerbitan IMB hotel baru sejak 1 Januari sampai 31 Desember 2019 kecuali untuk pembangunan hotel bintang 4 dan 5. Perwali itu juga membolehkan pembangunan fasilitas penginapan selain hotel, misalnya homestay atau rumah inap, losmen, motel, dan sebagainya.
Pembangunan hotel bintang 4 dan 5 itu untuk mengantisipasi lonjakan kunjungan wisatawan setelah pengoperasian bandara baru di Kulon Progo. Bandara itu ditargetkan beroperasi terbatas April 2019.
Bandara itu bisa didarati pesawat berbadan lebar sehingga penerbangan internasional bisa mendarat di bandara itu. Selama ini mayoritas wisatawan asing datang dari kota lain.
Heroe menambahkan, kebijakan baru itu juga mempertimbangkan banyaknya jumlah wisatawan ke Yogyakarta, terutama pada masa liburan. Pada masa libur Natal dan Tahun Baru, sejumlah wisatawan dari luar kota kesulitan mendapat hotel. ”Kami harus memberi pelayanan terbaik kepada para wisatawan agar mereka terus datang ke Yogya,” ujarnya.
Tidak mudah
Pemkot Yogyakarta hanya mengizinkan pembangunan hotel bintang 4 dan 5 agar jumlah hotel di ”Kota Pelajar” terkendali. Heroe memaparkan, pembangunan hotel bintang 4 dan 5 tak mudah karena membutuhkan lahan luas dan investasi besar.
Pembangunan hotel berbintang itu juga harus memenuhi sejumlah syarat. Salah satunya dilarang membuat sumur tanah agar tak mengganggu ketersediaan air tanah di sekitarnya. Hotel-hotel itu wajib menjadi pelanggan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
”Perizinan hotel itu juga baru bisa kami proses setelah mendapat rekomendasi dari PHRI (Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia),” ujarnya.
Terkait diizinkannya pembangunan homestay dan losmen, hal itu dilakukan agar masyarakat dengan modal terbatas bisa mendapat manfaat ekonomi dari pariwisata di Yogyakarta. Pemkot juga akan mengatur standar fasilitas dan pelayanan di homestay dan losmen agar wisatawan yang menginap di sana tak kecewa.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Kota Yogyakarta Heri Karyawan mengatakan, persyaratan-persyaratan pembangunan hotel bintang 4 dan 5 itu akan diatur khusus dalam perwali.
Oleh karena itu, pengurusan izin pembangunan hotel baru masih harus menunggu terbitnya perwali itu. ”Dalam seminggu atau dua minggu sudah siap,” katanya.
Ketua Badan Pimpinan Daerah PHRI DIY Istidjab Danunagoro menjelaskan, untuk hotel bintang 4 harus punya kamar minimal seluas 24 meter persegi, minimal satu restoran, dan dilengkapi paling tidak dua fasilitas olahraga. (HRS)