Penghasilan Petani Paling Tak Menentu
JAMBI, KOMPAS - Fluktuasi harga karet menempatkan petani sebagai pihak paling terimbas. Saat ini panjangnya rantai perdagangan karet menyebabkan petani menanggung rugi terbesar atas melemahnya harga.
Pemerintah didesak mengambil kebijakan memangkas rantai dan mengoptimalkan fungsi pasar lelang karet.
”Karet petani memiliki selisih harga sangat jauh dari harga pabrik,” kata Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia Provinsi Jambi Usman Ermulank, Jumat (4/12/2019).
Akhir Desember 2018, Pemerintah Provinsi Jambi mengumumkan indikasi harga karet kering 100 persen adalah Rp 16.700 per kilogram. Penetapan itu berdasarkan kalkulasi pasar global. Namun, harga yang diterima petani jauh lebih rendah.
”Saat ini harga di tingkat petani Rp 6.000 hingga Rp 6.700 per kilogram. Berarti selisihnya 160 persen dengan harga pasar,” ujar Usman.
Di tingkat petani, lanjutnya, harga yang rendah itu sering kali masih terpotong, misalnya untuk menyamakan kadar karet. Kondisi itu berlangsung di tengah melemahnya harga karet dalam tiga tahun terakhir.
Selama ini karet petani juga tidak bisa langsung dipasok ke pabrik, tetapi dibeli pedagang pengepul sebelum dijual kepada agen. Dari agen barulah karet dipasok ke pabrik.
HKTI mendesak agar pabrik membeli langsung karet petani. Selain itu, Usman juga mendorong pasar lelang karet yang telah berdiri di sentra-sentra produksi karet dioptimalkan lagi fungsinya.
Selama ini pasar lelang karet lebih banyak dikuasai pedagang besar. ”Sulit bagi petani mendapat harga jual wajar karena di situ malah terjadi monopoli perdagangan,” tambahnya.
Salah satu agen karet di Kecamatan Maro Sebo, Jambi, Edwar, mengatakan, mata rantai perdagangan bisa saja dipotong asalkan petani mau memperbaiki kualitas karetnya. Selama ini petani kerap menjual dengan kualitas karet kotor.
Kesejahteraan menurun
Tingkat kesejahteraan petani di sektor perkebunan rakyat, termasuk karet, juga menurun. Kesejahteraan yang terukur lewat nilai tukar petani (NTP) pada Desember lalu indeks 96,9, atau turun 1,36 persen dari bulan sebelumnya.
NTP merupakan salah satu pengukur kesejahteraan petani. Jika angkanya kurang dari 100, berarti petani defisit alias nombok.
Tak hanya di Jambi, NTP perkebunan rakyat di tingkat nasional juga tercatat rendah, hanya 94,48. Indeks itu turun dibandingkan dengan November 2018 yang angkanya 95,59.
Di Palembang, Pemprov Sumatera Selatan segera menerbitkan peraturan gubernur terkait penyelenggaraan pengolahan, pemasaran, dan pengawasan bahan olah karet standar Indonesian Rubber pada Februari 2019.
Peraturan itu diharap meningkatkan mutu karet di Sumsel yang dapat bermuara pada perbaikan harga karet di tingkat petani.
Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Dinas Perkebunan Sumsel Rudi Arpian mengatakan, saat ini penyusunan rancangan pergub terus berlangsung.
Beberapa hal yang dibahas, antara lain terkait standar mutu produksi dan pemasaran bahan olah karet (bokar) dari hulu (petani) hingga ke hilir (pabrikan). Dari sisi petani, diatur standar mutu bokar.
Adapun untuk pemasaran, diatur lembaga dan pedagang yang boleh menyalurkan bokar ke pabrikan. ”Nantinya, hanya unit pengolahan dan pemasaran bokar (UPPB) dan pedagang teregistrasi yang boleh menyalurkan karet dari petani ke pihak pabrikan,” ucap Rudi.
Dari total produksi karet di Sumsel 1.053.272 ton tahun 2017, hanya 6 persen yang melalui UPPB. Sebanyak 177 UPPB dan 150 pedagang teregistrasi di Sumsel. (ITA/RAM)