Aktivitas-aktivitas seni yang mulai muncul di Balikpapan, Kalimantan Timur, secara mandiri setahun terakhir menumbuhkan harapan bahwa apresiasi seni semakin bagus. Sejumlah acara dan program seni yang diinisiasi komunitas seni digelar. Keresahan seniman untuk berkarya menjadi pemantik.
Sabtu (5/1/2019) sore hingga malam, Forum Kreatif Usaha Sama-sama (Fokus) Balikpapan menggelar program Serutu atau Seni Seru Tiap Sabtu. Fokus merupakan forum beranggotakan puluhan seniman lintas genre yang terbentuk tahun 2016.
Acara ini adalah Serutu Volume 04 atau Serutu yang keempat kalinya digelar sejak Oktober lalu. Kali ini Serutu diisi beberapa acara, yakni pertemuan antarbloger, dan penampilan Panca, musisi yang memainkan didgeridoo, alat musik tiup khas dari suku Aborigin, Australia.
Selain itu, Arik Yustitia, Ketua Borneo Boomerang Club (BBC), juga membawa bumerang-bumerangnya yang dilukis dengan aneka motif. Puluhan orang, sebagian adalah para seniman, menyaksikan acara itu.
Diskusi-diskusi seni dilakukan hingga Minggu (6/1/2019) dini hari, di lokasi acara, yakni Lemari Seni, di kawasan Markoni Atas, Balikpapan. Tempat ini adalah sekretariat Fokus Balikpapan, sejak Oktober lalu, dan mulai menjadi tempat berkumpul seniman.
Dalam pertemuan antarbloger, mereka membahas sejumlah hal. Utamanya adalah kurangnya bloger berkumpul untuk membahas ide dan merealisasikan kegiatan. Padahal, itu adalah kebutuhan bloger.
”Kami masih kalah untuk urusan bergerak, secara bersama-sama, dibandingkan kawan-kawan bloger di Jawa, terutama Jakarta. Padahal, jumlah bloger di sini lumayan, 200-an orang,” kata Hendra, bloger.
Setelah acara itu, Panca mengenalkan didgeridoo. Hanya berbekal mikrofon dan pengeras suara dari tape compo. Sejumlah pengunjung penasaran dan mencoba meniup alat musik khas suku Aborigin tersebut, tetapi gagal.
”Jika belum terbiasa meniup didgeridoo, ya memang susah. Apalagi memunculkan bunyi-bunyian, antara lain bunyi menyerupai suara burung,” ujar Panca, yang juga pelukis itu, di sela-sela memainkan alat musik sepanjang 2 meter ini.
Gaticha, mahasiswi Institus Seni Budaya Indonesia (ISBI) Tenggarong, Kutai Kartanegara, tertarik, mengetahui aktivitas ini. Namun, ia terlambat datang. ”Acara seperti ini sangat jarang, apalagi di Balikpapan. Ternyata mulai ada acara-acara seni lintas genre di Balikpapan,” ujarnya.
Ketua Fokus Balikpapan Abi Ramadan Noor mengutarakan, agenda-agenda seni di Balikpapan masih sedikit. Balikpapan bukan kota seni, tidak memiliki kampus seni, dan ini membuat iklim seni pun rendah.
Namun, setahun terakhir, menurut Novan, pendiri Sanggar Atap Jerami, diskusi-diskusi antar seniman ”lintas genre” mulai terjalin di Balikpapan. ”Ada keresahan di antara kami. Agenda seni minim. Aspirasi seni rendah. Perhatian pemerintah daerah praktis tidak ada,” ujarnya.
Setumpuk keresahan itu menemukan sejumput solusi ketika agenda-agenda seni secara mandiri mulai dilakukan. Pada 29 Desember lalu, 50-an seniman lintas genre ini berkolaborasi, menampilkan pertunjukan seni di Taman Bekapai.
Aktivitas itu direncanakan spontan sebagai wujud solidaritas seniman Balikpapan menyikapi bencana tsunami Banten dan Lampung. Namun, acara itu ternyata menjadi pertunjukan kolaborasi yang terbanyak melibatkan seniman lintas genre.
Pencapaian itu bahkan mengagetkan para seniman. Menurut Novan, seniman-seniman muda semakin sering berkumpul untuk membahas seni. ”Acara kemarin (di Taman Bekapai) memberi optimisme. Karena itu, kami berencana agar acara seperti itu bisa rutin,” kata Novan.