PALANGKARAYA, KOMPAS - Minimnya komitmen pemerintah daerah dalam membentuk panitia hukum adat berdampak pada lambatnya proses pengakuan atas hukum adat.
Proses pengakuan hutan adat di Kalimantan Tengah berjalan lambat. Hal ini disebabkan lambatnya pembentukan panitia hukum adat yang menjadi syarat utama pengakuan hutan adat dalam skema perhutanan sosial.
Keberadaan PHA sangat penting dalam proses pengakuan hutan adat. PHA yang terdiri atas pejabat pemerintah daerah dan tokoh adat inilah yang akan menginventarisasi komunitas masyarakat adat serta memetakan dan menetapkan wilayah kelola hutan adat dari masing-masing komunitas itu.
Hingga saat ini, dari 14 kabupaten/kota di Kalteng, baru satu kabupaten yang telah membentuk PHA, yakni Kabupaten Murung Raya.
Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Provinsi Kalteng Simpun Sampurna menilai, lambatnya pembentukan PHA itu mencerminkan minimnya komitmen pemerintah kabupaten/kota terhadap upaya untuk mengakui keberadaan hutan adat. Ia pun mendorong pemerintah kabupaten lainnya untuk segera menetapkan PHA.
”Pembentukan PHA di Murung Raya merupakan titik awal komitmen pemerintah untuk mengakui masyarakat adat. Semoga di tempat lain bisa dilakukan hal yang sama. Di Kabupaten Barito Selatan sebentar lagi pembentukan PHA juga dilakukan,” kata Simpun, Senin (7/1/2019).
Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Murung Raya yang juga merangkap anggota PHA Kabupaten Murung Raya, Pujo Sarwono, mengungkapkan, pembentukan panitia tersebut merupakan komitmen daerah untuk melindungi hak-hak masyarakat adat. Panitia itu terbentuk juga berkat koordinasi, baik pemkab, tokoh adat, maupun AMAN Kabupaten Murung Raya.
”Pembentukan PHA hanya awal saja, proses selanjutnya harus tetap dikawal. Semua ada tahapannya. Ke depan, kami akan tentukan prioritas wilayah adat yang akan disahkan pemerintah,” kata Pujo.
Sementara itu, Kepala Bidang Penyuluhan, Pemberdayaan Masyarakat, dan Hutan Adat Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng Ikhtisan menyatakan, pihaknya masih terus mendorong pemerintah di kabupaten untuk membentuk PHA agar hutan adat bisa disahkan atau diakui.
Pemetaan
Hingga akhir tahun 2018, terdapat lima komunitas adat di Kalteng yang sudah memetakan kawasan hutan adatnya. Lima komunitas masyarakat adat itu dari Kabupaten Barito Timur, Gunung Mas, Barito Utara, dan dua komunitas dari Kabupaten Katingan. Luas kawasan wilayah kelola adat yang terpetakan itu mencapai 42.127,119 hektar.
Sebelumnya, AMAN Kalteng menyerahkan 12 peta wilayah adat di Kalteng dengan total luas 119.777,76 hektar ke Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng untuk diidentifikasi. Dengan demikian, ada 17 peta wilayah adat yang sudah terkumpul untuk diidentifikasi.
Dinas Kehutanan Provinsi Kalteng menargetkan penetapan perhutanan seluas 1,5 juta hektar. Dari jumlah itu, baru terealisasi 77.560 hektar perhutanan sosial dengan perincian hutan desa 45.020 hektar, hutan tanaman rakyat 24.799 hektar, dan hutan kemasyarakatan 7.741 hektar. Adapun untuk hutan adat belum ada yang terealisasi.
Dari Kalimantan Selatan, Ketua Badan Pengurus Harian AMAN Kalsel Palmijaya mendesak pemerintah untuk segera memberi pengakuan atas hutan adat dalam bentuk regulasi atau produk hukum.
Dalam pemetaan beberapa lembaga swadaya masyarakat, luas hutan adat 219.083 hektar atau 12,31 persen dari luas kawasan hutan di Kalsel.(IDO/JUM)