JAYAPURA, KOMPAS — Penyidik Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Papua memeriksa tiga pengurus Komite Nasional Papua Barat Kabupaten Mimika di Jayapura, Selasa (8/1/2019). Hal itu terkait dugaan keterlibatan mereka dalam kegiatan diduga makar di Timika pada 31 Desember 2018.
Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar Ahmad Mustofa Kamal, ketika dikonfirmasi, membenarkan adanya pemeriksaan tiga pengurus Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Kabupaten Mimika itu. Ketiganya adalah SA, ED, dan YA. Mereka telah menjalani pemeriksaan di Markas Polda Papua sejak Selasa pagi.
”Ketiganya diterbangkan dari Timika (ibu kota Mimika) dan tiba di Jayapura pukul 10.00 WIT. Saat ini, mereka masih menjalani pemeriksaan di Direktorat Reskrim Umum Polda Papua,” ujar Ahmad.
Ahmad mengemukakan, kasus dugaan makar ini berawal saat aparat Polres Mimika bersama TNI membubarkan kegiatan di Kantor KNBP Mimika pada 31 Desember 2018.
Aparat menemukan dan menyita sejumlah barang bukti terkait dugaan makar, salah satunya atribut bintang kejora yang menjadi lambang gerakan Papua merdeka. Dari hasil penyelidikan, aparat menemukan ketiga orang itu terlibat dalam pelaksanaan kegiatan tersebut.
Lanjutkan penyelidikan
Ahmad pun menambahkan, pihaknya masih terus melanjutkan penyelidikan untuk mengungkapkan pihak lain yang terkait kasus ini. ”Jika terbukti melakukan aksi makar, ketiganya akan dijerat dengan Pasal 106 KUHP juncto Pasal 87 KUHP Pasal 53 subsider Pasal 110 Ayat 2 ke-2 juncto Pasal 88 KUHP,” katanya.
Ketua KNPB Pusat Agus Kosay, dalam aksi peringatan Hari Hak Asasi Manusia Sedunia di Jayapura pada 10 Desember 2018, menyatakan, pihaknya tak berhenti untuk menyuarakan gerakan Papua merdeka.
”Kami tak takut dengan pihak keamanan. Apabila kami mendapat tindakan kekerasan dari aparat, publik internasional dan PBB akan memberikan perhatian untuk gerakan Papua merdeka,” katanya.
Kepala Polda Papua Inspektur Jenderal Martuani Sormin menegaskan, tak boleh lagi ada unjuk rasa ataupun kegiatan yang berkaitan dengan aksi makar.
”Negara kita memiliki regulasi yang mendukung kebebasan menyampaikan pendapat di muka umum. Namun, penyampaian pendapat yang mengganggu keutuhan Indonesia sama sekali tidak diperbolehkan,” ujar Martuani.