Pembangunan hunian tetap bagi korban gempa Lombok jauh dari target. Kendala utama adalah kekurangan tukang bangunan. Tak mudah mendapat tukang. Banyak daerah perlu untuk membangun hunian.
MATARAM, KOMPAS Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat semestinya menambah jumlah tukang atau pekerja bangunan. Banyaknya rumah rusak berat memerlukan tukang bangunan lebih banyak untuk mempercepat pembangunan hunian tetap warga korban gempa Lombok, Juli-Agustus 2018.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi NTB Muhammad Rum mengatakan, Jumat (11/1/2019), di Mataram, persoalan mendesak saat ini adalah ketersediaan tukang untuk membangun hunian tetap (huntap), yakni rumah instan konvensional (riko) dan rumah instan kayu (rika).
Idealnya, satu unit riko dan rika perlu dua tukang dan empat peladen (pembantu tukang), tetapi realitas di lapangan berbeda. ”Kemarin saya lihat, pembangunan satu rumah dikerjakan sendirian. Tentu lama selesainya,” ujarnya.
Dalam rapat koordinasi jajaran Organisasi Perangkat Daerah Pemprov NTB dipimpin Wakil Gubernur Sitti Rohmi Djalilah, Jumat, dibahas penambahan 751 fasilitator guna memperkuat 351 fasilitator saat ini untuk mempercepat pembangunan huntap. Berdasarkan data BPBD NTB, jumlah rumah rusak berat 75.138 unit.
Menurut Rum, penambahan fasilitator sebaiknya diikuti penambahan jumlah tukang bangunan. Tugas fasilitator antara lain mendampingi masyarakat, membuat rencana anggaran biaya huntap, membuat desain teknis, serta mencarikan aplikator (penyedia bahan bangunan) dan kontraktor bangunan bagi kelompok masyarakat.
Secara terpisah, Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman NTB IGB Sugiharta, Jumat pagi, menyatakan pesimistis rehabilitasi-rekonstruksi rumah selesai sesuai target, Maret 2019.
Saat ini baru 120 huntap terbangun, jauh dari total rumah rusak berat yang tersebar di Kota Mataram, Kabupaten Lombok Barat, dan Kabupaten Lombok Timur. Adapun pembangunan rumah rusak sedang baru 4.000 unit dari 33.075 rumah rusak sedang.
Menurut Sugiharta, jumlah pekerja jadi kendala utama. Tidak mudah mendapat tukang karena beberapa kabupaten lain juga perlu tukang bangunan.
Relokasi
Dari Sukabumi, Jawa Barat, dilaporkan, lahan relokasi bagi penyintas longsor di Kampung Garehong, Desa Sirnaresmi, Cisolok, ditargetkan ditetapkan tahun ini. Sembari menunggu kepastian, Pemkab Sukabumi akan membangun hunian sementara (huntara).
”Jika sudah dapat rekomendasi daerah yang tepat dari para ahli, kami akan langsung membangun hunian tetap. Sementara itu, kami akan membangun huntara di Desa Sirnaresmi,” kata Sekretaris Daerah Kabupaten Sukabumi Iyos Somantri di Garehong, Jumat.
Iyos ke lokasi bencana mendampingi Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nasional Doni Monardo, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Dwikorita Karnawati, dan Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Kasbani.
Kasbani menyatakan, lokasi longsor tak direkomendasikan untuk lahan permukiman ataupun pertanian. ”Kemiringan tanah lebih dari 40 derajat berbahaya untuk dijadikan lahan pertanian,” ujarnya.
Menurut Dwikorita, curah hujan tinggi diprediksi berlangsung hingga Maret. Warga tidak disarankan beraktivitas di lokasi longsor karena dikhawatirkan terjadi longsor susulan.
Doni mengatakan, perlu ditingkatkan sinergitas antarlembaga terkait mitigasi bencana. Setiap instansi yang memiliki kemampuan analisis kebencanaan diharapkan mampu memberikan rekomendasi sehingga pihaknya mampu melakukan tanggap bencana dengan tepat. (RUL/RTG)