BANDAR LAMPUNG, KOMPAS - Pemulihan sektor pariwisata di Lampung Selatan setelah tsunami Selat Sunda perlu dukungan dari pemerintah. Zona merah rawan bencana juga perlu diperhatikan.
Pemerintah Kabupaten Lampung Selatan berupaya memulihkan sektor pariwisata setelah tsunami Selat Sunda menerjang Lampung Selatan akhir tahun lalu. Sektor pariwisata di kabupaten itu ditargetkan pulih dalam kurun waktu 3-6 bulan ke depan.
Kepala Dinas Pariwisata, Seni, dan Budaya Kabupaten Lampung Selatan Yuda Sukmarina, Minggu (13/1/2019), menjelaskan, pantai di Lampung Selatan yang hancur diterjang tsunami, di antaranya Pantai Wartawan, Belebuk, Minang Roa, dan Kedu Warna. Kemudian, terdapat tiga hotel dan penginapan yang rusak.
Sejumlah fasilitas, seperti homestay, warung dan kios kuliner, gazebo, perahu, mushala, serta toilet, juga rusak. Nilai kerugian sektor wisata akibat bencana tsunami diperkirakan mencapai Rp 8,5 miliar.
Menurut Yuda, para pelaku usaha perhotelan dan jasa wisata di Kalianda juga merugi. Hal ini karena banyak wisatawan yang membatalkan kunjungan setelah tsunami menerjang kawasan itu.
”Biasanya hotel selalu penuh dengan wisatawan pada masa liburan pergantian tahun. Tahun ini, pelaku usaha perhotelan harus mengembalikan sebagian dana booking fee karena tamu tidak jadi menginap,” katanya.
Pemkab berupaya segera memulihkan kembali sektor wisata di Lampung Selatan diawali dengan mengkaji ulang sejumlah lokasi wisata di kawasan pesisir. Kajian itu akan dilakukan bersama pemerintah pusat.
”Sejumlah lokasi wisata di kawasan pesisir, misalnya di Desa Kunjir, Kecamatan Rajabasa, telah ditetapkan sebagai zona merah rawan bencana. Ke depan, lokasi tersebut harus dikosongkan dan tidak diperuntukkan bagi permukiman ataupun wisata. Kawasan itu akan dijadikan zona hijau,” katanya.
Wisata bahari
Selain penataan kawasan wisata, pemkab berencana menggelar Festival Kalianda pada Juni 2019. Festival ini digelar untuk menarik kembali minat wisatawan lokal dan mancanegara berkunjung ke Lampung Selatan.
Pemkab juga akan mengumpulkan pelaku jasa wisata dan kelompok sadar wisata di Lampung Selatan. Mereka akan diberikan pelatihan dan sosialisasi tentang pemulihan wisata agar gairah dan semangat menggaungkan wisata bahari kembali hidup.
Sekretaris Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia Lampung Friandi Indrawan di Bandar Lampung, mengungkapkan, tingkat hunian hotel di Lampung menurun sekitar 20 persen setelah bencana tsunami Selat Sunda.
Pelaku usaha perhotelan di Lampung ditaksir kehilangan Rp 2 miliar karena banyak kamar yang kosong selama masa liburan akhir tahun.
Dia menilai, ke depan, pemerintah harus lebih berhati-hati dalam mengeluarkan izin pendirian lokasi wisata. Lokasi wisata harus dipastikan berada pada zona aman bencana. Pemulihan sektor pariwisata di Lampung Selatan juga harus memperhatikan status Gunung Anak Krakatau.
Hunian sementara
Korban bencana tsunami Selat Sunda di Lampung Selatan masih membutuhkan bantuan hunian sementara (huntara). Kepala Badan Penanggulangan Bencana Lampung Selatan I Ketut Sukerta menuturkan, saat ini, sebagian warga masih bertahan di Gelanggang Olahraga Way Handak Kalianda. Sementara sebagian besar warga Pulau Sebesi memilih kembali ke pulau. Ada pula warga yang tinggal di rumah kerabatnya.
Dari 551 huntara yang dibutuhkan, sudah ada 56 huntara yang dibangun. Pembangunan huntara ini merupakan bantuan dari berbagai organisasi masyarakat.
Selain mengupayakan huntara bagi para korban bencana, Pemkab Lampung Selatan juga terus berkoordinasi dengan pemerintah pusat terkait rencana relokasi permukiman warga. (VIO)