MAGELANG, KOMPAS- Sejak tahun 2018, Pemerintah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah, mengatur jadwal penanaman serta membatasi luas areal tanaman cabai di tingkat petani. Upaya pengaturan ini dimaksudkan sebagai cara untuk mengendalikan harga cabai sehingga dapat bertahan stabil dan tidak mengalami lonjakan atau penurunan secara ekstrem.
Kepala Bidang Tanaman Pangan dan Hortikultura Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Magelang Eko Widi Hermanto, mengatakan upaya tersebut dilakukan dengan cara mengatur giliran tanam ratusan kelompok tani yang ada di 10 kecamatan sentra cabai Kabupaten Magelang.
“Dengan mengatur giliran tanam tersebut, kami membatasi agar luas areal cabai tidak melebihi 500 hektar per bulan, atau tidak melebihi 17 hektar per hari,” ujarnya, Selasa (15/1/2019). Pembatasan ini khusus diberlakukan untuk jenis cabai keriting dan cabai rawit merah.
Pengaturan ini ditetapkan dengan mengacu pada luas kepemilikan lahan dari petani cabai di Kabupaten Magelang. Pemantauan terhadap luas areal cabai ini, terus intens dilakukan setiap hari, dengan melibatkan para penyuluh pertanian di lapangan.
Menurut Eko, pihaknya memang tidak bisa memaksa dan membatasi petani. Kendatipun demikian, setiap ada petani yang tetap nekat menanam dan melebihi bataasan yang ditetapkan, penyuluh selalu mengingatkan tentang dampak yang ditimbulkan.
“Secara persuasif, kami menjelaskan kepada petani, bahwa jika dia nekat menanam, maka saat panen dirinya tidak akan mampu meraup hasil maksimal karena hasil panennya memicu over produksi yang berimbas ada anjloknya harga,” ujarnya.
Cabai merah keriting maupun rawit merah mencapai titik impas pada kisaran harga Rp 13.000-Rp 14.000 per kg. Dengan menerapkan aturan tersebut, harga cabai merah keriting di tingkat petani di Kabupaten Magelang, selama sekitar sebulan terakhir, terus stabil pada pada harga Rp 15.000 per kg, dan harga cabai rawit merah stabil pada haarga Rp 24.000 per kg. Kondisi ini jauh berbeda dibandingkan harga cabai di daerah-daerah lain seperti Kabupaten Demak dan Jepara, yang anjlok dan hanya mencapai Rp 6.000 per kg.
Suratman, ketua pelaksana harian kelompok tani Bumi Lestari di Desa Sumberejo, mengatakan, selain mengatur giliran tanam, para petani hortikultura berupaya menjaga harga hasil panen bertahan tinggi, dengan cara menerapkan sistem pertanian organik.
“Saat ini, melalui sistem pembelian online, cabai rawit merah organik produksi kami, laku terjual dengan harga lebih dari Rp 30.000 per kg,” ujarnya.
Dari total luas areal cabai dari anggota kelompok tani Bumi Lestari, saat ini sistem pertanian organik memang baru diterapkan di areal seluas tiga hektar. Namun, di 57 hektar lainnya, petani juga mulai menerapkan sistem pertanian yang relatif ramah lingkungan, dengan harga hasil panen yang juga dihargai lebih mahal dibanding yang dipanen dari lahan non organik.
Kepala Seksi Pengembangan SDM Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Magelang, Petrus Muhardi, mengatakan, pihaknya terus mendorong para petani untuk beralih menggunakan sistem pertanian organik. Dengan menerapkan sistem pertanian tersebut, petani akan dapat lebih diuntungkan karena mampu menekan biaya produksi dan berpeluang mendapatkan harga jual yang lebih tinggi.